Pemerintah Indonesia sangat yakin empat paket kebijakan ekonomi yang diumumkan pekan lalu mampu mengatasi pelemahan ekonomi yang tengah terjadi di tanah air. Tak hanya itu, sejumlah langkah Bank Indonesia (BI) juga diyakini memastikan industri tenaga kerja dalam negeri tetap berjalan baik dan mampu mengekspor tenaga kerja ke luar negeri.
Sayangnya keyakinan pemerintah dan BI tersebut tak sepenuhnya disambut positif oleh Dana Moneter Internasional (IMF). IMF Senior Resident Representative di Indonesia, Ben Bingham, mengaku masih ragu dengan efektifitas dari empat kebijakan ekonomi tersebut.
Dilansir Australian Network News, Rabu (28/8/2013), Bingham mengatakan, para analis masih menunggu perubahan nyata dari pemberlakuan kebijakan ekonomi tersebut, meski pemerintah Indonesia sudah mengumumkan langkah-langkah terbaru seperti pengurangan pajak dan sistem penentuan upah minimum.
"Beberapa dari kebijakan tersebut memang terlihat seperti mengarah pada tujuan yang tepat, tapi seberapa dalam kebijakan tersebut diterapkan? dan seberapa komprehensif implementasinya? atau strategi apa yang mampu mendorongnya?" tanya Bingham.
Dengan meningkatnya tarif impor dan berkurangnya keuntungan dari sejumlah komoditas ekspor, posisi ekonomi Indonesia justru makin melemah. Terbukti dari defisit perdagangan yang hampir mencapai US$ 10 miliar (Rp 11,1 triliun).
Seperti kebanyakan negara berkembang lainnya, Indonesia juga mengalami persoalan finansial akibat pulihnya ekonomi Amerika Serikat.
Dengan nilai tukar mata uang yang kian melemah bahkan menyentuh level terendah sejak 2008, BI terus menguras cadangan devisanya dalam jumlah besar guna memperkuat nilai tukar rupiah.
"Saya berjanji pada pemerintah bahwa saya akan terus mengkoordinasi dan menyediakan dana, baik untuk pemerintah pusat maupun daerah, sehingga ekonomi makro bisa distabilkan," Gubernur BI Agus Martowardoyo dalam pernyatannya.
Kondisi perekonomian yang terjadi saat ini memicu persepsi bahwa Indonesia tengah mengalami situasi yang hampir serupa dengan krisis moneter pada 1998.(Sis/Shd)
Sayangnya keyakinan pemerintah dan BI tersebut tak sepenuhnya disambut positif oleh Dana Moneter Internasional (IMF). IMF Senior Resident Representative di Indonesia, Ben Bingham, mengaku masih ragu dengan efektifitas dari empat kebijakan ekonomi tersebut.
Dilansir Australian Network News, Rabu (28/8/2013), Bingham mengatakan, para analis masih menunggu perubahan nyata dari pemberlakuan kebijakan ekonomi tersebut, meski pemerintah Indonesia sudah mengumumkan langkah-langkah terbaru seperti pengurangan pajak dan sistem penentuan upah minimum.
"Beberapa dari kebijakan tersebut memang terlihat seperti mengarah pada tujuan yang tepat, tapi seberapa dalam kebijakan tersebut diterapkan? dan seberapa komprehensif implementasinya? atau strategi apa yang mampu mendorongnya?" tanya Bingham.
Dengan meningkatnya tarif impor dan berkurangnya keuntungan dari sejumlah komoditas ekspor, posisi ekonomi Indonesia justru makin melemah. Terbukti dari defisit perdagangan yang hampir mencapai US$ 10 miliar (Rp 11,1 triliun).
Seperti kebanyakan negara berkembang lainnya, Indonesia juga mengalami persoalan finansial akibat pulihnya ekonomi Amerika Serikat.
Dengan nilai tukar mata uang yang kian melemah bahkan menyentuh level terendah sejak 2008, BI terus menguras cadangan devisanya dalam jumlah besar guna memperkuat nilai tukar rupiah.
"Saya berjanji pada pemerintah bahwa saya akan terus mengkoordinasi dan menyediakan dana, baik untuk pemerintah pusat maupun daerah, sehingga ekonomi makro bisa distabilkan," Gubernur BI Agus Martowardoyo dalam pernyatannya.
Kondisi perekonomian yang terjadi saat ini memicu persepsi bahwa Indonesia tengah mengalami situasi yang hampir serupa dengan krisis moneter pada 1998.(Sis/Shd)