Sukses

Bergaji US$ 5.000, SDM Migas RI Pilih Jadi TKI di Timteng

"Kalau fresh graduate di gaji US$ 5.000-6.000 larilah dia. Tenaga kerja seperti uang nggak ada batas negara, disini US$ 1.000 per bulan,"

Tak hanya pembantu sektor nonformal, tenaga Kerja profesional Indonesia ternyata juga banyak diminati di luar negeri. Salah satu yang menjadi incaran adalh teknisi di sektor hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) yang banyak direkrut di luar negeri.

Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Lambok H Hutahuruk mengatakan, pada tahun ini sebanyak 600 pekerja di sektor hulu Migas dari Indonesia telah diekspor ke Timur Tengah.

"Sangat banyak, mungkin di Timur Tengah akan merekrut 600 engineer Indonesia," kata Lambok, di kantor SKK Migas, Jakarta, Senin (2/8/2013).

Sayangnya, besarnya eksodus tenaga kerja profesional tersebut, tidak didukung dengan keberadaan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam negeri. Saat ini SDM dengan latar belakang lulusan pendidikan perminyakan masih sangat sedikit.

"Kekurangan mungkin orang banyak arsirtek, IT, ternyata tenaga ahli dunia peminyakan geologi sedang dicari," tuturnya.

Lombok mengungkapkan pemicu tenaga profesional perminyakan yang memilih bekerja di luar negeri karena dipicu fasilitas yang disediakan perusahaan Migas asing jauh lebih menjamin. Selain fasilitas kerja, para tenaga profesional juga mendapatkan remunerasi yang jauh lebih bagus.

"Saya kira anak muda cari di luar negeri. Di  Oman saja 200 orang, karena itu sebanyak-banyaknya kita cetak di universitas, D3 kita lempar ke lapangan untuk jadi jagoan," tuturnya.

Alasan lain hengkangnya SDM berkualitas Indonesia ke perusahaan Migas di luar negeri adalah gaji yang tinggi. Meski demikian Lambok mengaku tidak bisa menahan para sdm tersebut.

"(Gaji) Jelaslah, kalau fresh graduate di gaji US$ 5.000-6.000 larilah dia. Tenaga kerja seperti uang nggak ada batas negara, disini US$ 1.000 per bulan, sama kaya Bambang Pamungkas Mesie. Free saja, memang bisa diikat kakinya, semakin pintar orang semakin independen, itu berbanding lurus," pungkasnya. (Pew/Shd)