Sukses

Tiga Harapan Pemerintah Bagi Kepala BKPM Baru

Gaung Dino Patti Djalal sebagai calon terkuat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) semakin santer terdengar.

Gaung Dino Patti Djalal sebagai calon terkuat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) semakin santer terdengar.

Bahkan Presiden disebut-sebut telah mempersiapkan Dino untuk menggantikan Chatib Basri yang saat ini menjabat sebagai Menteri Keuangan (Menkeu).

Lalu apa penilaian Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa terhadap sosok Duta Besar Indonesia di Amerika Serikat (AS) itu?.

Meski tak menyebut nama Dino secara lugas sebagai Kepala BKPM, Hatta mengaku Presiden pasti akan memilih orang-orang terbaik untuk mengisi kursi jabatan tersebut.

"Saya belum berani bilang sebelum Presiden yang mengumumkan. Tapi apakah Dino atau siapapun pasti mereka adalah orang-orang terbaik," ujar Hatta usai Rakor MP3EI di kantornya, Jakarta, Selasa (3/9/2013).

Dia menilai, Dino memiliki kemampuan untuk menduduki posisi BKPM. Pasalnya selain duta besar, dia juga berpengalaman sebagai Staf Khusus Presiden.

"Pak Dino punya kemampuan berhubungan baik nasional maupun internasional dan dia mempunyai kemampuan (Kepala BKPM)," papar Hatta.

Hatta mempunyai tiga harapan besar terhadap Kepala BKPM yang baru, antara lain :

1. Kepala BKPM harus mampu menangani Percepatan Ekspor dan Perluasan Investasi (PEPI).

PE yang pertama itu tanggung jawab Kementerian Perdagangan dengan memperkuat ekspor, dan PI adalah tugas BKPM. Dalam konteks PEPI, BKPM harus terus menarik investasi domestik maupun asing.

"BKPM harus bisa memahami potensi-potensi Indonesia dan menjualnya, seperti MP3EI ada kawasan potensi investasi (KPI). Itu dapatnya dari bottom up dari masyarakat, pemerintah daerah dan calon investor," ungkap Hatta.

2. Menjaring dan mengembangkan jaringan di Indonesia ke berbagai negara

3. Cerdik dalam menilai investasi mana yang bisa mengganti impor dan justru meningkatkan impor.

"Kepala BKPM harus punya kemampuan seperti itu, karena kalau hanya mencari dan mengembangkan investasi tapi justru membuat ketergantungan impor tinggi itu tidak baik," tanda dia.(Fik/Nur)