Pemerintah diminta untuk mempertimbangkan gejolak keamanan di Suriah dalam menetapkan harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) yang akan dicantumkan dalam Rancangan Anggran Pendapat Belanja Negara (APBN) 2014 sebesar US$ 100-US$ 115 per barel.
"Penetapan harga harus mempertimbangkan Amerika Serikat yang akan serang Suriah. US$ 106 itu harga sekarang, kemungkinan naik harga US$ 110 per barel," kata Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha dalam rapat dengar pendapat, di Gedung DPR Jakarta, Rabu (4/9/2013).
Satya mengkhawatirkan harga minyak dunia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pasokan dan kebutuhan. Namun juga faktor eksternal karena itu pemerintah perlu berpikir lebih jauh dalam menetapkan angka tersebut.
"Yang saya khawatirkan kalau salah prediksi, itu juga pengaruhi defisit anggaran karena pengaruhi penerimaan. Kalau saya minta simulasi pada posisi tidak poinnya karena ranah Menkeu. Perlu dipertajam angka ICP," ungkapnya
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamuthi mengatakan, jika nantinya AS serius menyerang Suriah maka hal-hal yang harus segera diantisipasi pemerintah adalah beberapa indikator besar yang bisa mempengaruhi ekonomi dunia.
"Kurs rupiah terhadap dolar AS dan harga minyak. Dua ini yang paling kritikal yang perlu kita cermati, tetapi sampai sekarang kita belum tahu, lihat nanti bagaimana perkembangannya," lanjutnya.
Dalam kondisi mengkhawatirkan tersebut, Bayu menegaskan pemerintah harus bisa melindungi komoditas ekspor berorientasi pasar negara-negara di kawasan Timur Tengah. Dari pandangan Kemendag, konflik di Suriah yang memanas bisa memicu pasokan dari negara-negara di kawasan utara.
"Kita tidak tahu nanti apa yg terjadi di Terusan Suez misalnya. Tapi dari sudut kita, pasar kita yang di Timur Tengah bagian selatan mudah-mudahan tidak terganggu. Tetapi dolar ini yang kita khawatirkan," pungkasnya. (Pew/Ndw)
"Penetapan harga harus mempertimbangkan Amerika Serikat yang akan serang Suriah. US$ 106 itu harga sekarang, kemungkinan naik harga US$ 110 per barel," kata Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha dalam rapat dengar pendapat, di Gedung DPR Jakarta, Rabu (4/9/2013).
Satya mengkhawatirkan harga minyak dunia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pasokan dan kebutuhan. Namun juga faktor eksternal karena itu pemerintah perlu berpikir lebih jauh dalam menetapkan angka tersebut.
"Yang saya khawatirkan kalau salah prediksi, itu juga pengaruhi defisit anggaran karena pengaruhi penerimaan. Kalau saya minta simulasi pada posisi tidak poinnya karena ranah Menkeu. Perlu dipertajam angka ICP," ungkapnya
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamuthi mengatakan, jika nantinya AS serius menyerang Suriah maka hal-hal yang harus segera diantisipasi pemerintah adalah beberapa indikator besar yang bisa mempengaruhi ekonomi dunia.
"Kurs rupiah terhadap dolar AS dan harga minyak. Dua ini yang paling kritikal yang perlu kita cermati, tetapi sampai sekarang kita belum tahu, lihat nanti bagaimana perkembangannya," lanjutnya.
Dalam kondisi mengkhawatirkan tersebut, Bayu menegaskan pemerintah harus bisa melindungi komoditas ekspor berorientasi pasar negara-negara di kawasan Timur Tengah. Dari pandangan Kemendag, konflik di Suriah yang memanas bisa memicu pasokan dari negara-negara di kawasan utara.
"Kita tidak tahu nanti apa yg terjadi di Terusan Suez misalnya. Tapi dari sudut kita, pasar kita yang di Timur Tengah bagian selatan mudah-mudahan tidak terganggu. Tetapi dolar ini yang kita khawatirkan," pungkasnya. (Pew/Ndw)