Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengungkapkan, pemerintah merevisi pertumbuhan ekonomi dari 6,3% menjadi 5,8%-6% demi memperbaiki defisit transaksi berjalan (current account defisit) sehingga pemerintah merilis paket kebijakan ekonomi makro.
"Jangan galak-galak bilang kalau paket pemerintah itu tidak ada gunanya. Karena sekarang baru kelihatan kalau pemerintah sudah menyiapkan. Salah satunya harus mendukung industri domestik, karena kami tahu ekspor agak slowdown. Sehingga kami beri insentif fiskal Pajak Penghasilan (PPh) 25 supaya tenaga kerja tidak di PHK," jelas dia ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/9/2013).
Pemberian ekspor PPh pasal 25 hingga 50%, menurut Chatib, pemerintah sudah mengantispasi terjadinya perlambatan ekonomi demi mengatasi defisit transaksi berjalan.
"Kalau pertumbuhan ekonomi melambat, defisit transaksi berjalan akan turun. Jika menyusut, rupiah mudah-mudahan rupiah membaik. Salah satu yang membuat pertumbuhan ekonomi turun adalah Bank Indonesia menaikkan interest rate, sehingga investasi turun dan akhirnya impor barang modal juga turun," jelas dia.
Terkait soal cicilan PPh untuk industri padat karya, Chatib mengatakan, supaya lebih mudah dan proses dapat segera rampung. Pasalnya pemerintah sebelumnya berniat memberikan double deduction kepada perusahaan padat karya.
"Tapi ternyata kalau double deduction perlu undang-undang (UU). Padahal dunia usaha harus segera dibantu dalam situasi seperti ini dan tidak bisa menunggu, karena tahu proses UU itu bisa tahunan. Jadi dengan kondisi yang ada, dibuat aturan yang tidak perlu mengubah UU," tuturnya.
Pemerintah, sambung dia telah mengeksplor opsi pemberian insentif, termasuk kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sehingga cara yang paling bisa direalisasikan dengan cepat adalah PPh pasal 25.
"Kalau yang lain perlu melalui proses konsultasi panjang, sedangkan market menginginkan dampak kebijakan cepat dirasakan. Makanya kami putuskan untuk membuat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) hanya dalam hitungan 3 hari, karena kalau saya buatnya sebulan bisa rusak kami sebab situasi market ini membutuhkan kredibilitas (pemerintah)," tandas Chatib. (Fik/Nur)
"Jangan galak-galak bilang kalau paket pemerintah itu tidak ada gunanya. Karena sekarang baru kelihatan kalau pemerintah sudah menyiapkan. Salah satunya harus mendukung industri domestik, karena kami tahu ekspor agak slowdown. Sehingga kami beri insentif fiskal Pajak Penghasilan (PPh) 25 supaya tenaga kerja tidak di PHK," jelas dia ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/9/2013).
Pemberian ekspor PPh pasal 25 hingga 50%, menurut Chatib, pemerintah sudah mengantispasi terjadinya perlambatan ekonomi demi mengatasi defisit transaksi berjalan.
"Kalau pertumbuhan ekonomi melambat, defisit transaksi berjalan akan turun. Jika menyusut, rupiah mudah-mudahan rupiah membaik. Salah satu yang membuat pertumbuhan ekonomi turun adalah Bank Indonesia menaikkan interest rate, sehingga investasi turun dan akhirnya impor barang modal juga turun," jelas dia.
Terkait soal cicilan PPh untuk industri padat karya, Chatib mengatakan, supaya lebih mudah dan proses dapat segera rampung. Pasalnya pemerintah sebelumnya berniat memberikan double deduction kepada perusahaan padat karya.
"Tapi ternyata kalau double deduction perlu undang-undang (UU). Padahal dunia usaha harus segera dibantu dalam situasi seperti ini dan tidak bisa menunggu, karena tahu proses UU itu bisa tahunan. Jadi dengan kondisi yang ada, dibuat aturan yang tidak perlu mengubah UU," tuturnya.
Pemerintah, sambung dia telah mengeksplor opsi pemberian insentif, termasuk kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sehingga cara yang paling bisa direalisasikan dengan cepat adalah PPh pasal 25.
"Kalau yang lain perlu melalui proses konsultasi panjang, sedangkan market menginginkan dampak kebijakan cepat dirasakan. Makanya kami putuskan untuk membuat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) hanya dalam hitungan 3 hari, karena kalau saya buatnya sebulan bisa rusak kami sebab situasi market ini membutuhkan kredibilitas (pemerintah)," tandas Chatib. (Fik/Nur)