Sukses

Aturan Campuran Biodiesel ke Solar Diminta Berlaku Selamanya

Kebijakan penggunaan campuran bahan bakar nabati (BBN) berupa biodiesel untuk solar diharapkan tidak hanya bersifat sementara.

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan berharap kebijakan penggunaan campuran bahan bakar nabati (BBN) berupa biodiesel untuk solar tidak hanya bersifat sementara.

Kepala Pelaksana Tugas BKF Kemenkeu, Bambang Brodjonegoro menilai, masyarakat harus realistis melihat kenyataan bahwa produksi minyak dalam negeri tak seperti harapan negara ini sehingga impor minyak tak mampu terelakkan.

"Ya mau bagaimana lagi, produksi minyak kita cuma sekian. Kalau menuntut lebih, itu sama saja men-challenge Tuhan. Kenyataannya memang seperti ini," ujar dia di Jakarta, seperti ditulis Selasa (10/9/2013).

Karena itu, Bambang meminta kebijakan penggunaan biodiesel sebesar 10% (mandatory) untuk campuran solar jangan hanya menjadi kebijakan sementara.

"Kalau bisa harus selamanya, mulai dari 10% lalu ke depan meningkat sebesar 15%, 20% dan lebih besar lagi," tuturnya.

Dia mencontohkan keberhasilan Brazil yang mampu mencampur ethanol pada bahan bakar minyak (BBM) hingga 30%.  "Brazil punya tebu jadi ethanol, kita punya kelapa sawit bisa diolah jadi biodiesel atau biofuel," ucapnya.

Kebijakan tersebut, menurut Bambang merupakan prioritas utama pemerintah untuk mengurangi impor minyak dan gas (migas) sebagai penyumbang defisit transaksi berjalan.

"Jangan sampai kita kelupaan lagi atau terlena dengan pencapaian ekspor yang tinggi di 2011. Padahal ekspor yang dilakukan bahan mentah yang rentan terhadap volatilitas harga. Kita tahu tapi keenakan," terangnya.

Saking asyiknya ekspor bahan mentah, dia menambahkan, Indonesia lupa untuk tegas mendesak perusahaan pertambangan dalam membangun smelter pada tahun 2014.

"Padahal Undang-undang (UU) sudah keluar sejak 2009, tapi kita lupa mengerjakan prioritas meskipun hasilnya baru akan terasa dalam jangka menengah," tandas Bambang. (Fik/Nur)