Sukses

Indonesia Krisis atau Belum? Cek 3 Tanda Ini

JBIC mengungkapkan ada tiga kriteria untuk menentukan kondisi negara yang sudah masuk masa krisis. Apa saja?

Japan Bank for International Cooperation (JBIC) mengakui Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan tertinggi di Asia. Namun, pemerintah diimbau tetap waspada dengan dampak memburuknya perekonomian di Eropa.

Untuk menghadapi kondisi yang tak menguntungkan, Indonesia setidaknya harus terus memperhatikan ada tidaknya tanda-tanda krisis yang mulai melanda Indonesia.

Chief Executive Officer (CEO) JBIC, Hiroshi Watanabe dalam Konferensi Pers Financial Policy Dialogue Framework antara Indonesia dan JBIC di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (12/9/2013), mengungkapkan setidaknya terdapat tiga kriteria yang menandakan sebuah negara sudah memasuki masa krisis ekonomi.

Tanda pertama adalah kondisi devisa yang semakin memburuk. Tanda pertama ini setidaknya sudah mulai terlihat di India yang mengalami devisa terburuk dalam  sejarah negaranya.

Dari laporan International Monetary Fund (IMF), sebuah negara dikatakan krisis jika cadangan devisa di bawah 3 bulan untuk barang impor.

Untuk kriteria kedua, Watanabe menambahkan sebuah negara memperlihatkan tanda krisi jika banyak perusahaan yang mengalami kerugian. Hal ini dapat langsung terlihat dari laporan laba/rugi keuangan perusahaan.

Terakhir, atau tanda ketiga, adalah persiapan atau penyediaan valuta asing (valas).

Watanabe mengatakan, JBIC tidak berhak menentukan apakah sebuah negara bisa memperoleh pendanaan dari JBIC atau tidak. Seluruh keputusan diserahkan kepada perusahaan-perusahaan Jepang yang emlihat jumlah devisa di suatu negara.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Chatib Basri menambahkan, Asian Development Bank, Jepang, Australia telah memberikan komitmen dana siaga sebesar US$ 5,5 miliar.

"Dana itu bisa dipakai apabila pemerintah Indonesia membutuhkannya untuk membiayai belanja negara. Swap juga didapat dari Jepang US$ 12 miliar dan kini kami telah berdiskusi dengan beberapa negara lain untuk rencana bilateral swap," pungkas dia. (Fik/Shd)