Menjadi raja bagi semua orang sepertinya hanya akan menjadi kisah dongeng semata. Namun tidak bagi Raja Thailand Bhumibol Adulyadej. Meski tak pernah mengira dirinya akan menjadi raja, nyatanya dia sekarang menjadi orang nomor satu di kerajaan Thailand.
Raja Thailand Bhumibol Adulyadej merupakan raja terkaya di dunia dengan harta berjumlah sekitar US$ 30 miliar (Rp 325,4 triliun). Dia juga dikenal sebagai raja dengan masa jabatan paling lama di dunia selama 67 tahun.
Dia sempat dituduh sebagai pembunuh kakaknya yang saat itu tengah menjabat sebagai raja. Namun karena tak ada bukti yang cukup, dia pun diangkat dan dinobatkan menjadi raja. Siapa sangka, berbekal sejumlah ilmu dari luar negeri, Raja Bhumibol Adulyadej mampu menjadi raja yang sangat dicintai rakyatnya.
Orang yang tak takut dikritik ini baru saja keluar dari rumah sakit sekitar satu bulan lalu. Namun sakit yang dideritanya ternyata tak mampu menurunkannya dari tahta kerajaan yang sudah didudukinya sejak 1946.
Bagaimana kisah Raja Bhumibol Adulyadej sebagai raja terkaya di dunia?
Arti Nama Bhumibol Adulyadej
Raja Thailand Bhumibol Adulyadej lahir pada Senin, 5 Desember 1927 di Mount Auburn Hospital, Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat (AS). Dia merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, putra dari Raja dan Ratu Mahidol Songkla. Dia memiliki satu kakak laki-laki dan satu kakak perempuan.
Memberi nama pada anak memang seringkali mewakili doa dan harapan orangtua akan masa depannya. Begitu pula nama Bhumibol Adulyadej yang berarti `Kekuatan Menguasai Lahan yang Tak Tertandingi`. Tak heran, Raja Bhumibol Adulyadej memang tak tertandingi, terbukti dengan masa jabatannya yang panjang di Thailand
Ayahnya merupakan orang yang berpikiran paling moderen di antara saudaranya yang lain. Sementara hidup sang ayah selalu didedikasikan untuk mengembangkan berbagai gagasan moderen khususnya di bidang ilmu kesehatan. Tak heran ayahnya dikenal dengan gelar `Father of the Modern Thai Medical Profession`.
Keluarga tersebut lalu kembali ke Thailand. Sayang sekali, belum genap berusia dua tahun, ayah dari Raja Bhumibol Adulyadej meninggal dunia. Meski tanpa ayah, Raja Bhumibol Adulyadej tetap tumbuh mejadi anak yang rajin belajar.
Masa sekolahnya dihabiskan di Swiss
Pada 1932, pejabat militer dan rakyat sipil berkoalisi menjatuhkan King Rama VII. Peristiwa yang dikenal dengan sebutan `Revolusi 1932` tersebut melahirkan sistem pemerintahan monarki konstitusional. Saat itu, Thailand masih dikenal dengan kerajaan Siam.
Setahun kemudian, sang ibu yang khawatir dengan keselamatan ketiga anaknya, memboyong Raja Bhumibol Adulyadej beserta dua saudaranya ke Swiss. Raja Bhumibol dengan kakak perempuan dan kakak laki-lakinya lalu menghabiskan waktu belajarnya di sejumlah sekolah di sana.
Setelah menghabiskan waktu sekolah dasar di Bangkok, sang ibu memboyong keluarga kecilnya ke Swiss di mana Raja Bhumibol Adulyadej melanjutkan sekolah menengahnya di Nouvelle de la Suisse Romande.
Setelah lulus, dia melanjutkan studinya di Gymnase Classique Cantonal of Lausanne dan berhasil mendapat gelar diploma. Kegigihannya belajar tak berhenti sampai di situ, dia lalu mengambil jurusan ilmu pengetahuan di Lausanne University.
Sementara itu, Ananda Mahidol, kakak laki-lakinya harus kembali ke Thailand untuk menggantikan posisi pamannya sebagai Raja.
Jadi tersangka pembunuhan kakaknya
Setelah perang dunia ke-II, Raja Bhumibol Adulyadej kembali ke Thailand pada 1945. Setahun setelah kedatangannya, sebuah peristiwa mengejutkan terjadi di istana. Sang kakak yang tengah menjabat sebagai Raja Thailand ditemukan tewas di kamar tidurnya dengan satu tembakan di kepalanya pada 1946.
20 menit sebelum terdengar suara tembakan dari kamar Ananda, Bhumibol terlihat masuk ke kamar kakaknya tersebut. Bhumibol saat itu masih berusia 19 tahun dan sejumlah rumor yang mencuat menudingnya sebagai pelaku penembakan tersebut.
Namun karena tak ada bukti, hingga saat ini kematiannya masih menjadi misteri. Tak ada yang tahu bahwa kematian tersebut merupakan aksi bunuh diri atau pembunuhan.
Sepeninggal Ananda Mahidol di Bangkok pada 1946, tujuan hidup Raja Bhumibol Adulyadej berubah total. Pamannya menunjuk dia untuk menggantikan sang kakak menduduki tahta kerajaan Thailand mengingat dia adalah satu-satunya anak laki-laki di keluarga tersebut.
Tak ada pilihan lain baginya kecuali menerima jabatan tersebut, dan Raja Bhumibol Adulyadej menyadari bahwa dia harus segera mempersiapkan diri. Raja Bhumibol Adulyadej lalu memutuskan untuk kembali ke Swiss untuk menyelesaikan kuliahnya. Dia beralih ke jurusan ilmu politik dan hukum guna memenuhi pengetahuannya soal pemerintahan.
Pada 5 Mei 1950, Bhumibol Adulyadej kembali ke Thailand dan diangkat menjadi raja lewat sebuah upacara resmi kerajaan.
Jadi Raja terkaya dan terlama di dunia
Raja Bhumibol Adulyadej yang saat itu masih menjadi tersangka atas kasus penembakan kakaknya tetap diangkat sebagai raja. Berbekal sejumlah ilmu dari luar negeri, dia bahkan mendapatkan pujian besar karena kecerdasan politik dan kinerjanya saat itu.
Dia mampu menebarkan citranya di mata publik meski tanpa kekuatan politik. Keahliannya memang patut dipuji, Raja Bhumibol Adulyadej yang sangat tangkas dan cakap mampu memperluas kepemilikan bisnis keluarga kerajaan.
Dengan kekuatannya sebagai raja, kelas royalis elit di Thailand terus berkembang termasuk sistem birokrasi dan kepentingan bisnis serta militer.
Sementara mengingat usia kepemimpinannya di istana sudah mencapai 67 tahun, Raja Bhumibol Adulyadej menjadi raja dengan masa jabatan paling lama. Tak hanya itu, aja Bhumibol Adulyadej bahkan merupakan raja terkaya di dunia dengan harta sebesar US$ 30 miliar (Rp 325,4 triliun).
Raja Bhumibol Adulyadej dicintai rakyatnya
Meski tak pernah bermaksud menjadi raja, dia sukses menjadi orang pertama di istana Thailand yang sangat dikagumi dan dicintai rakyatnya. Dia selalu memperhatikan rakyat kecil khususnya petani.
Kecintaan terhadap Raja Bhumibol Adulyadej membuat pemerintah membuat peraturan yang dapat menghukum orang-orang yang mencoba menghina sang raja.
Bhumibol sendiri pada pidato ulang tahunnya pada 2005 menyatakan dirinya tak takut dikritik. Dia yakin bahwa dirinya juga merupakan manusia yang perlu dikritik agar terus berkembang. Sebagai raja dia memang patut menjadi teladan rakyatnya karena integritas dan perhatiannya.
Bahkan saat Raja Bhumibol Adulyadej keluar dari rumah sakit pada awal Agustus lalu, sekitar 20 ribu-30 ribu rakyat memadati jalan mengelu-elukan sang raja. Penduduk Thailand meneriakkan doa dan rasa cintanya terhadap sang raja.
Raja Sering sakit-sakitan
Raja Bhumibol Adulyadej mengakhiri masa lajangnya saat dia masih berusia 22 tahun. Dia menikahi anak perempuan Duta Besar Thailand di Prancis bernama Mom Rajawongse Sirikit Kiriyakara.
Pernikahan tersebut berlangsung satu minggu sebelum dia dinobatkan sebagai raja di Bangkok. Keduanya bertemu saat Raja Bhumibol Adulyadej tengah berjalan-jalan di Paris. Saat itu Raja Bhumibol Adulyadej masih merupakan seorang mahasiswa di Swiss.
Dari pernikahannya tersebut, dia dianugerahi empat orang anak. Namun saat ini sang raja tengah sakit-sakitan. Sakitnya pertama dirasakan pada 2009 saat dia mengalami masalah pernapasan.
Dia juga sempat menderita pendarahan di otak pada Juli 2012. Namun meski dengan kondisi yang kurang baik, pada November 2012 dia tetap menemui presiden Obama sebagai dedikasinya pada negara.
Pada Januari lalu setelah mendapatkan perawatan intensif, akhirnya Raja Bhumibol Adulyadej yang sempat masuk Bangkok's Siriraj Hospital diizinkan pulang oleh dokter. (Sis/Igw)
Bhumibol, Raja Terkaya yang Sempat Dituduh Bunuh Kakaknya
Raja Thailand Bhumibol Adulyadej merupakan raja terkaya di dunia dengan harta berjumlah sekitar US$ 30 miliar (Rp 325,4 triliun).
Advertisement