Masyarakat harus lebih jeli dalam memilih perusahaan multi level marketing (MLM) yang akan mereka geluti. Itu karena mulai terungkap banyak bisnis MLM ilegal yang beroperasi di Indonesia.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) belum lama ini menemukan salah satu perusahaan MLM asal Florida Amerika Serikat (AS) yang diduga beroperasi secara ilegal yaitu Jeunesse Global.
Bayu Riono, Ketua Bidang MLM Watch Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) mengakui jika Jeunesse Global, salah satu perusahaan MLM, yang tidak tergabung dalam asosiasi sedang mendapat masalah.
"Jeunesse belum mendapat SIUPL yang resmi tapi sudah beroperasi secara MLM. Menurut ketentuan yang berlaku, Jeunesse tidak boleh melakukan penjualan dengan cara MLM namun dibolehkan konvensional sebab mereka hanya mempunyai SIUP saja," ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin (16/9/2013).
Perusahaan yang menggandeng mitra lokal PT Rajawali Pembaharuan tersebut diduga tidak mengantongi surat izin usaha perdagangan langsung (SIUPL).  Â
Â
Padahal, perusahaan yang menjual produk kosmetika tersebut sudah beroperasi selama setahun, namun ketika ditelusuri ternyata BKPM belum pernah merilis SIUPL untuk perusahaan tersebut.
Bahkan ketika dilakukan audiensi pada 4 September 2013, perwakilan BKPM bisa memberikan jaminan jika perusahaan asing itu telah melakukan pelanggaran berupa pemalsuan SIUPL.
Berdasarkan salinan surat BKPM, pemerintah belum pernah menerbitkan SIUPL Nomor 137/I/SIUPL/PMDN/PERDAGANGAN/2012 atas nama PT Rajawali Pembaharuan.
Berdasarkan pada bukti ini, perusahaan yang berkantor di Gedung APL Tower Central Park, Jakarta tersebut dinilai menjalankan bisnis MLM secara ilegal. Â
BKPM menyatakan nomor SIUPL MLM yang diterbitkan hanya memiliki angka di bawah 100 sedangkan punya PT Rajawali Pembaharuan sudah di atas 100 yaitu 137.
Namun, hingga kini perusahaan tersebut tetap beroperasi. Jeunesse Global berdalih dijebak mitra lokalnya yaitu Rajawali Pembaharuan yang mengaku telah memiliki SIUPL dan legal beroperasi di Indonesia. Â
Terkait dengan hal tersebut, Bayu mendesak pemerintah segera menertibkan perusahaan MLM liar yang kian menjamur di Indonesia. Hal itu dilakukan untuk melindungi konsumen Indonesia sekaligus menyelamatkan iklim bisnis perusahaan MLM.
Ia menegaskan, perlindungan konsumen dinilai perlu dilakukan karena bisa jadi produk yang dijual MLM liar membahayakan pengguna karena belum melalui serangkaian tes.
"MLM liar juga bisa mengancam nama baik MLM legal yang tergabung dalam APLI. Nanti konsumen bisa menyamaratakan MLM liar dengan yang legal," ungkapnya.
Dia menuturkan, sesuai aturan, MLM yang hendak masuk ke Indonesia diseleksi terlebih dahulu oleh BKPM. Instansi ini kemudian meminta Kemendag dan APLI untuk melakukan survei kepada perusahaan baru tersebut.
"Survei meliputi business plan perusahaan dan kategori bisnisnya. Jika sudah sesuai ketentuan, maka BKPM bakal memberikan SIUPL untuk MLM tersebut," lanjut dia.
APLI juga memiliki kewenangan untuk mengeluarkan anggotanya jika dianggap bandel atau menyalahi ketentuan.
Saat ini, tercatat terdapat 87 perusahaan MLM yang tergabung dalam asosiasi dan memiliki omzet hingga Rp 15 triliun per tahun. (Nur)
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) belum lama ini menemukan salah satu perusahaan MLM asal Florida Amerika Serikat (AS) yang diduga beroperasi secara ilegal yaitu Jeunesse Global.
Bayu Riono, Ketua Bidang MLM Watch Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) mengakui jika Jeunesse Global, salah satu perusahaan MLM, yang tidak tergabung dalam asosiasi sedang mendapat masalah.
"Jeunesse belum mendapat SIUPL yang resmi tapi sudah beroperasi secara MLM. Menurut ketentuan yang berlaku, Jeunesse tidak boleh melakukan penjualan dengan cara MLM namun dibolehkan konvensional sebab mereka hanya mempunyai SIUP saja," ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin (16/9/2013).
Perusahaan yang menggandeng mitra lokal PT Rajawali Pembaharuan tersebut diduga tidak mengantongi surat izin usaha perdagangan langsung (SIUPL).  Â
Â
Padahal, perusahaan yang menjual produk kosmetika tersebut sudah beroperasi selama setahun, namun ketika ditelusuri ternyata BKPM belum pernah merilis SIUPL untuk perusahaan tersebut.
Bahkan ketika dilakukan audiensi pada 4 September 2013, perwakilan BKPM bisa memberikan jaminan jika perusahaan asing itu telah melakukan pelanggaran berupa pemalsuan SIUPL.
Berdasarkan salinan surat BKPM, pemerintah belum pernah menerbitkan SIUPL Nomor 137/I/SIUPL/PMDN/PERDAGANGAN/2012 atas nama PT Rajawali Pembaharuan.
Berdasarkan pada bukti ini, perusahaan yang berkantor di Gedung APL Tower Central Park, Jakarta tersebut dinilai menjalankan bisnis MLM secara ilegal. Â
BKPM menyatakan nomor SIUPL MLM yang diterbitkan hanya memiliki angka di bawah 100 sedangkan punya PT Rajawali Pembaharuan sudah di atas 100 yaitu 137.
Namun, hingga kini perusahaan tersebut tetap beroperasi. Jeunesse Global berdalih dijebak mitra lokalnya yaitu Rajawali Pembaharuan yang mengaku telah memiliki SIUPL dan legal beroperasi di Indonesia. Â
Terkait dengan hal tersebut, Bayu mendesak pemerintah segera menertibkan perusahaan MLM liar yang kian menjamur di Indonesia. Hal itu dilakukan untuk melindungi konsumen Indonesia sekaligus menyelamatkan iklim bisnis perusahaan MLM.
Ia menegaskan, perlindungan konsumen dinilai perlu dilakukan karena bisa jadi produk yang dijual MLM liar membahayakan pengguna karena belum melalui serangkaian tes.
"MLM liar juga bisa mengancam nama baik MLM legal yang tergabung dalam APLI. Nanti konsumen bisa menyamaratakan MLM liar dengan yang legal," ungkapnya.
Dia menuturkan, sesuai aturan, MLM yang hendak masuk ke Indonesia diseleksi terlebih dahulu oleh BKPM. Instansi ini kemudian meminta Kemendag dan APLI untuk melakukan survei kepada perusahaan baru tersebut.
"Survei meliputi business plan perusahaan dan kategori bisnisnya. Jika sudah sesuai ketentuan, maka BKPM bakal memberikan SIUPL untuk MLM tersebut," lanjut dia.
APLI juga memiliki kewenangan untuk mengeluarkan anggotanya jika dianggap bandel atau menyalahi ketentuan.
Saat ini, tercatat terdapat 87 perusahaan MLM yang tergabung dalam asosiasi dan memiliki omzet hingga Rp 15 triliun per tahun. (Nur)