Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) mengusulkan program pemberian uang muka Rp 1 juta kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang berniat membeli rumah bersubsidi. Hal ini sebagai respon penugasan dari Menteri Perindustrian MS Hidayat yang meminta pengembang ikut berkontribusi dalam menggerakan sektor riil.
"Usulan cash program bagi kalangan MBR dalam memenuhi kebutuhan papan ini diharapkan dapat memangkas angka backlog serta juga akan menggairahkan bisnis di sektor riil," ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat REI Setyo Maharso saat konferensi pers di Kantor DPP REI, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2013).
Guna memuluskan program tersebut, REI mengaku membutuhkan dukungan dari otoritas moneter demi menyakinkan praktisi perbankan untuk melonggarkan aturan penyaluran KPR. Sementera dari sisi pasokan, REI meminta Menteri Keuangan untuk memberikan keringanan batas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) harga rumah bagi MBR dari Rp 88 juta menjadi Rp 110 juta per unit.
Program ini diklaim bisa memberikan keamanan bagi perbankan karena uang tunai senilai Rp 1 juta ditambah sisanya dari total DP sebesar 10%, akan masuk dalam skema Kredit Pemilihan Rumah (KPR). "Sehingga lebih baik ketimbang bank mengeluarkan KTA (kredit tanpa angunan) untuk membayar uang muka pembelian properti," jelasnya.
Dari perhitungan REI, dalam 3 tahun pertama dari tenor KPR selama 25 tahun yang dibiayai Fasilitas Likuditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), bisa dialokasikan untuk pembayaran cicilan uang mukla.
Dengan investasi Rp 1 miliar di sektor properti, REI memperkirakan akan terserap tenaga kerja sebanyak 105 orang, Jika pemerintah mengucurkan anggaran Rp 4 triliun untuk pengadaan rumah bagi MBR, jumlah lapangan kerja yang tercipta dalam 4 bulan sudah bisa mencapai 400 ribu orang.
"Dalam waktu dekat, kami ingin beraudiensi dengan Gubernur BI guna meminta restu otoritas moneter dalam program tersebut," katanya.(Dny/Shd)
"Usulan cash program bagi kalangan MBR dalam memenuhi kebutuhan papan ini diharapkan dapat memangkas angka backlog serta juga akan menggairahkan bisnis di sektor riil," ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat REI Setyo Maharso saat konferensi pers di Kantor DPP REI, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2013).
Guna memuluskan program tersebut, REI mengaku membutuhkan dukungan dari otoritas moneter demi menyakinkan praktisi perbankan untuk melonggarkan aturan penyaluran KPR. Sementera dari sisi pasokan, REI meminta Menteri Keuangan untuk memberikan keringanan batas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) harga rumah bagi MBR dari Rp 88 juta menjadi Rp 110 juta per unit.
Program ini diklaim bisa memberikan keamanan bagi perbankan karena uang tunai senilai Rp 1 juta ditambah sisanya dari total DP sebesar 10%, akan masuk dalam skema Kredit Pemilihan Rumah (KPR). "Sehingga lebih baik ketimbang bank mengeluarkan KTA (kredit tanpa angunan) untuk membayar uang muka pembelian properti," jelasnya.
Dari perhitungan REI, dalam 3 tahun pertama dari tenor KPR selama 25 tahun yang dibiayai Fasilitas Likuditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), bisa dialokasikan untuk pembayaran cicilan uang mukla.
Dengan investasi Rp 1 miliar di sektor properti, REI memperkirakan akan terserap tenaga kerja sebanyak 105 orang, Jika pemerintah mengucurkan anggaran Rp 4 triliun untuk pengadaan rumah bagi MBR, jumlah lapangan kerja yang tercipta dalam 4 bulan sudah bisa mencapai 400 ribu orang.
"Dalam waktu dekat, kami ingin beraudiensi dengan Gubernur BI guna meminta restu otoritas moneter dalam program tersebut," katanya.(Dny/Shd)