Kebijakan Bank Indonesia melarang pengucuran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk pembelian rumah kedua dan seterusnya yang masih berstatus inden, dinilai akan sulit untuk dijalankan. Hal itu disebabkan sulitnya melakukan mengecekan apakah seseorang yang akan membeli rumah telah memiliki rumah sebelumnya atau belum.
"Ini akan sulit, bagaimana kita tahu itu rumah kedua, ketiga atau seterusnya. Lagipula kalau orang mau beli rumah atau pindah rumah masa dilarang?," ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso di Kantor DPP REI, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2013)
Jika Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan khawatir bila tidak ada kebijakan tersebut akan terjadi penggelembungan (bubble) produk properti, Setyo memastikan kondisi Indonesia sangat berbeda dengan negara lain-lain seperti Amerika Serikat, Spanyol, China dan Vietnam yang mengalami hal tersebut.
"Kita tidak akan bubble sebab permintaan dan kebutuhan akan pasar hunian sangat tinggi," jelasnya.
Bila memang kebijakan ini jadi dijalankan, lanjut dia, maka pemerintah terlebih dahulu harus membuat database perumahan nasional. Hal ini karena menurutnya selama ini pemerintah tidak mempunyai database tersebut.
"Ini akan sulit. Selain itu kalau dengan ada database ini kan kita bisa membantu pemerintah membangun properti ditempat yang belum terjamah, seperti kalau di Papua kurang, kita bisa bantu disana. Kalau hanya dikota saja ini kan malah terjadi urbanisasi, orang enggak mau tinggal ditempat itu karena enggak ada rumah," tandasnya. (Dny/Ndw)
"Ini akan sulit, bagaimana kita tahu itu rumah kedua, ketiga atau seterusnya. Lagipula kalau orang mau beli rumah atau pindah rumah masa dilarang?," ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso di Kantor DPP REI, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2013)
Jika Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan khawatir bila tidak ada kebijakan tersebut akan terjadi penggelembungan (bubble) produk properti, Setyo memastikan kondisi Indonesia sangat berbeda dengan negara lain-lain seperti Amerika Serikat, Spanyol, China dan Vietnam yang mengalami hal tersebut.
"Kita tidak akan bubble sebab permintaan dan kebutuhan akan pasar hunian sangat tinggi," jelasnya.
Bila memang kebijakan ini jadi dijalankan, lanjut dia, maka pemerintah terlebih dahulu harus membuat database perumahan nasional. Hal ini karena menurutnya selama ini pemerintah tidak mempunyai database tersebut.
"Ini akan sulit. Selain itu kalau dengan ada database ini kan kita bisa membantu pemerintah membangun properti ditempat yang belum terjamah, seperti kalau di Papua kurang, kita bisa bantu disana. Kalau hanya dikota saja ini kan malah terjadi urbanisasi, orang enggak mau tinggal ditempat itu karena enggak ada rumah," tandasnya. (Dny/Ndw)