Bank Indonesia (BI) berencana mengeluarkan kebijakan pelarangan kucuran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) indent untuk pembelian rumah kedua dan seterusnya pada akhir September ini.
Langkah ini dilakukan untuk mencegah aksi spekulan yang membeli KPR untuk investasi dan bukan untuk ditempati.
Menanggapi rencana ini, Sales Department Head PT Moderland Realty, Mahfudz mengaku khawatir kebijakan tersebut akan berdampak pada penjualan properti kedepannya.
Meski dia tetap optimis sektor properti tetap berkembang pada 2014. "Kalau kita tetap optimis karena punya lahan yang strategis," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com seperti ditulis Kamis (19/9/2013).
Sebelumnya, BI juga telah mengeluarkan kebijakan loan to value (LTV) atau pengenaan uang muka progresif, juga untuk kepemilikan rumah kedua dan seterusnya.
Mahfudz mengatakan, kebijakan ini sendiri telah mempengaruhi penjualan properti yang turun hingga 50%. "Bulan lalu kita targetkan transaksi Rp 60 miliar, tetapi paling hanya tercapai 50%. Pada tahun lalu di bulan yang sama mencapai sudah Rp 50 miliar," tutur dia.
Sebab itu, dia meminta pemerintah dan BI untuk segera memperbaiki tingkat suku bunga sehingga meskipun masyarakat harus menyetorkan uang muka dengan jumlah yang besar, tetapi ada keringanan saat melakukan cicilan.
"Kalau pun pemerintah menetapkan kebijakan ini, tolong dibuat perbaikan di suku bunga. Menekan BI untuk memperhatikan suku bunganya, kalau pun DP-nya 50% tetapi kalau suku bunganya dihitung dan dikalkulasi secara baik itu bisa membantu melakukan cicilan walaupun DP-nya agak berat," tandas dia. (Dny/Nur)
Langkah ini dilakukan untuk mencegah aksi spekulan yang membeli KPR untuk investasi dan bukan untuk ditempati.
Menanggapi rencana ini, Sales Department Head PT Moderland Realty, Mahfudz mengaku khawatir kebijakan tersebut akan berdampak pada penjualan properti kedepannya.
Meski dia tetap optimis sektor properti tetap berkembang pada 2014. "Kalau kita tetap optimis karena punya lahan yang strategis," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com seperti ditulis Kamis (19/9/2013).
Sebelumnya, BI juga telah mengeluarkan kebijakan loan to value (LTV) atau pengenaan uang muka progresif, juga untuk kepemilikan rumah kedua dan seterusnya.
Mahfudz mengatakan, kebijakan ini sendiri telah mempengaruhi penjualan properti yang turun hingga 50%. "Bulan lalu kita targetkan transaksi Rp 60 miliar, tetapi paling hanya tercapai 50%. Pada tahun lalu di bulan yang sama mencapai sudah Rp 50 miliar," tutur dia.
Sebab itu, dia meminta pemerintah dan BI untuk segera memperbaiki tingkat suku bunga sehingga meskipun masyarakat harus menyetorkan uang muka dengan jumlah yang besar, tetapi ada keringanan saat melakukan cicilan.
"Kalau pun pemerintah menetapkan kebijakan ini, tolong dibuat perbaikan di suku bunga. Menekan BI untuk memperhatikan suku bunganya, kalau pun DP-nya 50% tetapi kalau suku bunganya dihitung dan dikalkulasi secara baik itu bisa membantu melakukan cicilan walaupun DP-nya agak berat," tandas dia. (Dny/Nur)