Sukses

Indonesia Darurat Tambang, Kenapa?

Anggota BPK Ali Masykur Musa menyoroti masalah perizinan tambang yang diobral pemerintah ke perusahaan asing.

Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Ali Masykur Musa menyoroti masalah perizinan tambang yang diobral pemerintah ke perusahaan asing. Dia mengingatkan eksplorasi tambang yang berlebihan bisa merugikan generasi masa depan.

"Jika perizinan tambang diobral, reklamasi tidak dilakukan, dan energi baru terbarukan tidak dikembangkan sangat mungkin beberapa tahun kedepan Indonesia bisa gelap-gulita," tegas Ali dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/9/2013).

Ali mengatakan, seharusnya rakyat Indonesia adalah penikmat utama kekayaan alam, bukan warga negara lain. Hal ini sungguh beralasan, karena perusahaan asing pemegang izin pertambangan pada migas mencapai 70%.

Sedangkan dalam pertambangan batu bara, bauksit, nikel, dan timah, mencapai 75%. Bahkan, untuk pertambangan tembaga dan emas mencapai 85%.

"Ironisnya, Pertamina sebagai BUMN migas kita hanya menguasai 17% produksi dan cadangan migas nasional. Sementara, 13% sisanya adalah share perusahaan swasta nasional. Sangat menyedihkan jika hasil tambang di Indonesia dinikmati negara lain,” ujar Pria yang akrab dipanggil Cak Ali.

Selain  itu, Ali menuturkan, permasalahan tambang bukan hanya pada penguasaan asing, tetapi juga pada masalah reklamasi pasca tambang. Audit tambang batubara di Kalimantan (2010 dan 2011) menunjukkan, dari 247 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan batubara di Kaltim dan Kalsel, 64 perusahaan tidak membuat rencana reklamasi pasca tambang. Adapun 73 perusahaan tak setor dana jaminan reklamasi.

"Selain itu, dari areal bekas penambangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) seluas 100.880 hektar, baru direklamasi 4730 hektar, sungguh menyedihkan, katanya. (Ndw)