Sukses

EcoXeramic Bangkit Setelah 15 Tahun Terpuruk Akibat Krisis

Jatuh bangun dalam merintis usaha itu hal biasa. Tapi apa jadinya bila perusahaan harus menanggung derita selama belasan tahun akibat krisis

Jatuh bangun dalam merintis usaha memang hal biasa. Tapi apa jadinya bila sebuah perusahaan harus menanggung derita berkepanjangan selama belasan tahun akibat keganasan krisis ekonomi dunia pada tahun 1998 lalu?

Inilah kondisi yang harus dialami Lydia (54), Owner dari EcoXeramix. Wanita bersahaja ini harus menelan pil pahit yang merenggut kejayaan perusahaannya di bawah bendera PT Tri Margajaya Hutama.

Sambil tergesa-gesa meninggalkan pameran Peranti Saji Indonesia, dia menceritakan bahwa bisnis keramik yang digelutinya pernah mati akibat krisis keuangan dunia pada tahun 1998.

"Selama 15 tahun saya mengalami berbagai tsunami (krisis), seperti krisis ekonomi global yang sudah berlangsung beberapa kali, krisis politik di Indonesia sampai krisis karakter usaha kecil dan menengah," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Minggu (22/9/2013) malam.

Padahal saat itu, Lydia mengakui, perusahaan yang dibangun sejak 1980 ini tengah berkembang pesat karena telah sukses melebarkan sayap bisnis alias ekspor produk keramik hingga menembus benua Eropa, diantaranya negara-negara Eropa, Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea, dan negara Timur Tengah.

Namun seperti tak mau menyerah dengan keadaan, perlahan Lydia bangkit dan kembali menata bisnisnya pada tahun 2007. Saat itu, dia memutuskan untuk merevitalisasi pabrik keramik yang berlokasi di Kampung Dumpit, Tangerang.

"Pada tahun 2007, saya mulai revitalisasi pabrik keramik, memasang semi mesin dan membuat formula baru untuk menghasilkan produk keramik yang ramah lingkungan, bebas racun, aman terhadap makanan," ujar Wanita asal Surabaya ini.

Paling penting, sambung dia, EcoXeramix sudah menggunakan 100% bahan baku dari lokal ketimbang dulu yang sebagian besar masih diimpor dari luar negeri.

Saat ini, pabrik keramik tersebut memiliki kapasitas produksi sekitar 50 ribu pieces per bulan. Sedangkan model produk yang dihasilkan mencapai 20 ribu model, antara lain, desain bunga, buah-buahan, ikan, dan sebagainya.

"Selama lima tahun kami revitalisasi pabrik, diharapkan kapasitas produksi ke depan bisa mencapai 1-2 miliar pieces per tahun untuk menghadapi ASEAN Community pada 2015 mendatang," harapnya.

Soal omzet, Wanita berkulit putih ini mengaku mampu mengantongi sekitar Rp 500 juta per bulan jika produksi terus menerus. "Bahkan kami bisa menjual keramik senilai Rp 100 juta dalam acara pameran Peranti Saji Indonesia selama 4 hari kemarin," ucap Lydia.

Dia optimistis, kerajinan keramik Indonesia dapat menjadi produk unggulan di dunia dan bersaing dengan kreasi sejenis dari berbagai negara.

"Saya ingin kembali merebut pasar di luar negeri, terutama masuk lagi ke negara-negara Eropa, Asia, Amerika walaupun sekarang saya memulai bisnis ini lagi dengan karyawan 20 orang dari sebelumnya 500 orang," tegasnya. (Fik/Ndw)
Video Terkini