Masih banyaknya Wajib Pajak (WP) yang mangkir menyetor saweran wajib alias pajak akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sebab dengan penerimaan pajak yang minim, negara ini takkan mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi di kisaran 7%-8%.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany mengatakan, institusi internasional memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 6,5% dan berpotensi menjadi negara terbesar ke tujuh di dunia sekitar 20 tahun mendatang.
"Indonesia bisa terpandang dengan size ekonomi terbesar atau masuk top ten di dunia bila bisa bertumbuh 7,5%-8% sekitar 20 tahun lagi. Bahkan bisa ada di peringkat tujuh di dunia, setelah Amerika Serikat, Cina, Rusia, Brazil dan India," paparnya.
Untuk mengerek pertumbuhan ekonomi tersebut, Fuad mengakui, Indonesia membutuhkan infrastruktur yang dibiayai dari penerimaan pajak. Sayangnya, rasio pajak Indonesia hingga saat ini baru mencapai 12% dari kondisi ideal 17,5%.
Kondisi yang dialami Indonesia ini berbeda dengan negara-negara lain di dunia. China yang sukses mengecap pertumbuhan ekonomi rata-rata 7%-8%, salah satunya dipicu ketaatan seluruh warganya membayar pajak. Bahkan di kawasan Eropa, rata-rata tax ratio sudah menembus 30%-40%.
"Indonesia tidak perlu lah sampai sebesar itu (Eropa), minimal rasio pajaknya 18%-20% itu sudah cukup. Karena penerimaan pajak bisa membangun jalan, jembatan, rumah sakit berbiaya murah dan fasilitas umum lainnya yang tak akan dibangun oleh pihak swasta mengingat proyek tersebut tidak memberikan keuntungan. Makanya pemerintah wajib menyediakannya," terang dia. (Fik/Shd)
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany mengatakan, institusi internasional memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 6,5% dan berpotensi menjadi negara terbesar ke tujuh di dunia sekitar 20 tahun mendatang.
"Indonesia bisa terpandang dengan size ekonomi terbesar atau masuk top ten di dunia bila bisa bertumbuh 7,5%-8% sekitar 20 tahun lagi. Bahkan bisa ada di peringkat tujuh di dunia, setelah Amerika Serikat, Cina, Rusia, Brazil dan India," paparnya.
Untuk mengerek pertumbuhan ekonomi tersebut, Fuad mengakui, Indonesia membutuhkan infrastruktur yang dibiayai dari penerimaan pajak. Sayangnya, rasio pajak Indonesia hingga saat ini baru mencapai 12% dari kondisi ideal 17,5%.
Kondisi yang dialami Indonesia ini berbeda dengan negara-negara lain di dunia. China yang sukses mengecap pertumbuhan ekonomi rata-rata 7%-8%, salah satunya dipicu ketaatan seluruh warganya membayar pajak. Bahkan di kawasan Eropa, rata-rata tax ratio sudah menembus 30%-40%.
"Indonesia tidak perlu lah sampai sebesar itu (Eropa), minimal rasio pajaknya 18%-20% itu sudah cukup. Karena penerimaan pajak bisa membangun jalan, jembatan, rumah sakit berbiaya murah dan fasilitas umum lainnya yang tak akan dibangun oleh pihak swasta mengingat proyek tersebut tidak memberikan keuntungan. Makanya pemerintah wajib menyediakannya," terang dia. (Fik/Shd)