Setelah sekian lama pasar properti Vietnam mengalami kemerosotan, para investor menyatakan niatnya untuk kembali ke negara tersebut.
Hal ini mengingat pemerintah Vietnam akan mengubah regulasi terkait properti dan real estate di negaranya dengan rencana penyediaan suku bunga pinjaman sekitar 6% saja.
Seperti melansir CNBC, Rabu (25/9/2013), CEO of Asean Investment Management David Roes mengatakan, perusahaan- perusahaan real-estate di Vietnam telah lama tertekan. Pasar propertinya tercatat lesu selama empat tahun terakhir.
"Namun para investor masih bisa memperoleh valuasi relatif di real estate yang jumlahnya tak terbandingkan dengan negara lain," ungkap Roes.
Perusahaan-perusahaan real estate seringkali memperoleh 14%-15% yield dividen dan perdagangan dengan pendapatann berkisar 2,5 hingga 3 kali lipat.
Pada 2007, pasar properti Vietnam sempat ambruk akibat tingkat inflasi yang tinggi, suku bunga pinjama di atas 12% dan penurunan nilai tukar mata uang berkali-kali.
Kredit bagi para pengembang mengering dan penurunan nilai tukar dong mendorong biaya tenaga karja dan material impor yang menyebabkan banyak proyek konstruksi tertunda.
Namun saat ini perundangan properti Vietnam telah berubah. Harga-harga lahan terlantar yang dibeli dari para petani tak akan lagi ditentukan oleh pemerintah. Artinya, biaya pembangunan akan meningkat dan perusahaan yang memiliki lahan sebelumnya dapat memperoleh keuntungan.
"Penurunan tersebut memang menekan pasar properti Vietnam," ujar Direktur VinaCapital Jason Ng.
Dia lalu menjelaskan, pemerintah berencana untuk mengumumkan regulasibaru yang mengizinkan pihak asing untuk membeli apartemen dan properti di sekitarnya. Peraturan baru ini juga mengizinkan para pengembang asing menyewakan propertinya.
Dia juga mengatakan, pengembang dan pembeli perumahan masyarakat akan diberikan penawaran suku bunga pinjaman sekitar 6%. "Kami harap, peraturan tersebut dapat mengundang para peminat baru di pasar properti," ujar Ng. (Sis/Nur)
Hal ini mengingat pemerintah Vietnam akan mengubah regulasi terkait properti dan real estate di negaranya dengan rencana penyediaan suku bunga pinjaman sekitar 6% saja.
Seperti melansir CNBC, Rabu (25/9/2013), CEO of Asean Investment Management David Roes mengatakan, perusahaan- perusahaan real-estate di Vietnam telah lama tertekan. Pasar propertinya tercatat lesu selama empat tahun terakhir.
"Namun para investor masih bisa memperoleh valuasi relatif di real estate yang jumlahnya tak terbandingkan dengan negara lain," ungkap Roes.
Perusahaan-perusahaan real estate seringkali memperoleh 14%-15% yield dividen dan perdagangan dengan pendapatann berkisar 2,5 hingga 3 kali lipat.
Pada 2007, pasar properti Vietnam sempat ambruk akibat tingkat inflasi yang tinggi, suku bunga pinjama di atas 12% dan penurunan nilai tukar mata uang berkali-kali.
Kredit bagi para pengembang mengering dan penurunan nilai tukar dong mendorong biaya tenaga karja dan material impor yang menyebabkan banyak proyek konstruksi tertunda.
Namun saat ini perundangan properti Vietnam telah berubah. Harga-harga lahan terlantar yang dibeli dari para petani tak akan lagi ditentukan oleh pemerintah. Artinya, biaya pembangunan akan meningkat dan perusahaan yang memiliki lahan sebelumnya dapat memperoleh keuntungan.
"Penurunan tersebut memang menekan pasar properti Vietnam," ujar Direktur VinaCapital Jason Ng.
Dia lalu menjelaskan, pemerintah berencana untuk mengumumkan regulasibaru yang mengizinkan pihak asing untuk membeli apartemen dan properti di sekitarnya. Peraturan baru ini juga mengizinkan para pengembang asing menyewakan propertinya.
Dia juga mengatakan, pengembang dan pembeli perumahan masyarakat akan diberikan penawaran suku bunga pinjaman sekitar 6%. "Kami harap, peraturan tersebut dapat mengundang para peminat baru di pasar properti," ujar Ng. (Sis/Nur)