Sukses

Jatayu Airlines, Jungkir Balik Hati-hati Tetap Dibilang Tak Aman

Jatayu merupakan perusahaan airlines yang sudah berusaha untuk hati-hati dalam hal keamanan. Namun tetap saja masuk dalam kategori tak aman.

Industri penerbangan sudah banyak memakan korban dengan kolapsnya sejumlah perusahaan. Terlebih munculnya krisis moneter 1998 membuat maskapai bermodal cekak harus mengakhiri karirnya di bisnis padat persaingan ini.

Bayang-bayang kemewahan dan terus bertambahnya pengguna pesawat terbang, memang membuat bisnis penerbangan bak madu yang siap dihisap siapapun. Sayang, modal semangat tanpa didukung modal yang kuat ibarat menggarami air laut.

Berikut artikel kelima kami yang akan mengupas nasib kandasnya maskapai Jatayu Airlines yang hanya berusia 8 tahun yang merupakan bagian dari artikel berseri berjudul Maskapai yang Gulung Tikar sepekan ini, Jumat (4/10/2013).

Jatayu merupakan perusahaan airlines yang sudah berusaha untuk hati-hati dalam hal keamanan. Namun apa daya, meski sudah mati-matian untuk hati-hati tetap saja masuk dalam kategori maskapai tidak aman yang membuatnya gulung tikar.

Lahir di Kota Gudeg

Jatayu Gelang Sejahtera lebih dikenal sebagai Jatayu Airlines adalah sebuah maskapai penerbangan yang berbasis di Jakarta, Indonesia. Jatayu didirikan pada tahun 2000 dan pernah mengoperasikan penerbangan domestik dan internasional.

Mengutip laporan majalah Angkasa Nomor 10, Juli 2003, Jatayu lahir dari tangan Sutinah yang merupakan pemilik pertama perusahaan. Dengan ide sederhana memberikan alternatif transportasi bagi pengusaha Yogyakarta, kota kelahirannya, Sutinah pun memutuskan mendirikan maskapai penerbangan.

Prinsip alon-alon asal kelakon diaplikasikan Jatayu dalam menjalankan roda bisnisnya. Sertifikat operator penerbangan atau Aircraft Operator Certificate (AOC) pun dikantonginya pada 2000. Jatayu pun memulai menancapkan cakarnya di bisnis penerbangan dengan mengawali terbang komersil pada awal 2001.

Yogyakart pun menjadi kota tujuan pertama yang dipilih Sutinah untuk penerbangan dari Jakarta.

Ganti Pemilik

Industri penerbangan harus diakui merupakan bisnis yang membutuhkan modal besar. Tak terasa, sembilan tahun beroperasi, Sutinah dan rekan-rekannya harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit. Uang sebesar US$ 9 juta pun harus dirogoh dari koceknya. Jumlah yang besar dibandingkan modal maskapai penerbangan nasional seumuran.

Setiap manusia ditakdirkan memiliki batasan tertentu dalam kemampuannya. Tak terkecuali Sutinah. Kerja kerasnya membangun Jatayu hingga mendapatkan AOC harus direlakannya. Sutinah pun memilih untuk menjual maskapai yang dirintisnya dari awal.

Jatayu pun berganti pemilik. Wiyanto Lie menjadi kapten baru dari maskapai yang namanya mirip dengan tokoh protagonis dalam lakon Ramayana. Jatayu adalah putra Aruna dan Keponakan Garuda serta saudara dari Sempati.

Sebelum masuk bisnis penerbangan, Wiryanto secara tak langsung pernah bersinggungan dengan industri ini. Pria asal Medan ini merupakan pemilik dari perusahaan agen perjalanan terbesar di Sumatera Utara, Trophy Tour.

Namun suara sumbang muncul dari keputusan Wiryanto mengambilalih Jatayu. Sukses bisnis Jatayu secara langsung mengdongkrak usaha agen perjalanan trophy Tour. Meski saling terkait, Wiryanto menegaskan, Jatayu tak pernah memberikan perlakukan khusus bagi Trophy Tour.

Hati-hati dan tak Ikuti Nafsu

Tak seperti kebanyakan maskapai penerbangan lain, Jatayu menjalankan bisnis dengan hati-hati. Tak semua peluang di depan mata diambil begitu saja. Jatayu tetap menjalankan bisnis dengan sederhana.

Alhasil, bisnis Jatayu pun perlahan-lahan mampu berkembang pesat. Jatayu tampil sebagai maskapai penerbangan yang mampu meningkatkan kinerja dalam urusan ketepatan waktu. Keluhan keterlambatan pun lambat lain mulai menghilang.

Tutup Karena Tak Aman

Menjalankan bisnis yang menjadi faktor keselamatan sebagai fokus utama merupakan beban berat yang harus ditanggung setiap maskapai penerbangan. Terlebih dunia internasional makin menyoroti aspek keselamatan di industri penerbangan nasional.

Puncaknya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengultimatum perusahaan penerbangan untuk meningkatkan unsur keselamatan pesawat. Namun di tengah tekanan berbagai pihak, Kemenhub pada Februari 2007, menunda pencabutan 11 maskapai yang bisnisnya menganggur, termasuk Jatayu. Pemerintah masih memberikan kesempatan bagi perusahaan melakukan restrukturisasi bisnisnya.

Satu bulan berlalu, Kemenhub pun tak bisa lagi memberikan kesempatan bagi maskapai-maskapai yang tengah mendapat sorotan khusus. Di tengah tekanan politik untuk meningkatkan keselamatan penerbangan, Kemenhub memperingatkan tujuh maskapai penerbangan untuk memperbaiki faktor pelatihan dan perawatan dalam tiga bulan.

Batas waktu yang ditetapkan pun berakhir. Pemerintah mengeluarkan daftar perusahaan yang dibagi dalam tiga kategori. Malang bagi Jatayu, maskapai asli Yogyakarta ini harus masuk dalam kategori ketiga sebagai maskapai paling tak aman. Bersanding bersama Adam Air, Batavia Air, Kartika Airlines, Manunggal Air Services, Transwisata Prima Aviation dan Tri-MG Intra Asia Airlines, Jatayu akhirnya menerima pil pahit setelah AOC dicabut.

Meski sempat berhenti beroperasi pada 2007, Jatayu kembali memulai bisnisnya dengan beroperasi sebagai maskapai charter. Fokus bisnis pun dicanangkan lebih tajam. Jatayu berniat mengisi slot terbang yang ditinggalkan pesaingnya Adam Air, maskapai yang tutup karena rentetan musibah.

Bangkit Lagi?

Seiring waktu berjalan, mimpi untuk membangunkan kembali Jatayu kembali muncul. Kementerian Perhubungan mengungkapkan terdapat empat perusahan penerbangan niaga yang akan beroperasi pada 2014. Dua diantaranya telah mengudara, Batik Air dan Nam Air.

Dua maskapai penerbangan lain adalah perusahaan yang pernah dicabut izinnya. Kartika Airline dan Jatayu. Akankah kedua maskapai ini kembali mengudara, hanya waktu yang bisa menjawabnya? (Shd/Igw)