Kasus korupsi yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar semakin menambah kekhawatiran para pengusaha untuk dapat meyakinkan calon investor supaya menanamkan modalnya di Indonesia secara besar-besaran.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi mengatakan, lembaga (MK) yang selalu menggembar gemborkan soal tranparansi justru harus menanggung beban akibat penangkapan pimpinan tertinggi MK dalam kasus korupsi.
"(Penangkapan) yang terjadi kemarin kan bikin malu. Bilang transparansi tapi nyatanya paling korup di dunia. Bahkan hukum tertinggi MK bisa kena juga," keluh dia saat ditemui usai Indonesia Business Luncheon di Jimbaran, Bali, Sabtu (5/10/2013).
Akibatnya, tambah dia, akan mencoreng kepercayaan hukum masyarakat dan investor terhadap Indonesia. Sehingga Sofjan meminta kepada pemerintah untuk menghukum koruptor dengan hukuman berat.
"Dihukum saja yang berat supaya kapok, kalau tidak, maka akan mengulanginya lagi. Kita harus membuktikan (bersih), jangan setiap kali bukti-buktinya yang jelek-jelek saja yang keluar," lanjutnya.
Menurut Sofjan, dalam berinvestasi, investor selalu memprioritaskan kepastian hukum di setiap negara, termasuk Indonesia. "Investor pasti akan menanyakan hal ini (kepastian hukum), karena kepada siapa lagi mereka percaya mengingat masalah (korupsi) dapat menjelekkan nama baik Indonesia," tuturnya.
Kepastian hukum diperlukan, kata dia, supaya modal yang telah digelontorkan untuk investasi dapat berjalan secara transparansi. "Makanya korupsi dihilangkan, karena itu menyebabkan high cost jadi tidak bisa kompetitif," pungkas Sofjan.
Sementara Menteri Keuangan Chatib Basri justru berpendapat berbeda. Dia menganggap, isu mengenai korupsi bukan menjadi konsen utama investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
"Konsen utama mereka biasanya infrastruktur, tapi bukan berarti saya membenarkan isu (korupsi). Saya tegaskan isu korupsi harus dilawan bersama-sama, karena negara yang punya masalah korupsi bukan saja Indonesia tapi juga negara lain," sambung dia.
Meski demikian, Chatib menerangkan, bahwa isu pemerintah mengenai simplifikasi aturan harus segera dibenahi, mengingat sumber dari korupsi salah satunya dari peraturan yang berbelit-belit. (Fik/Ndw)
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi mengatakan, lembaga (MK) yang selalu menggembar gemborkan soal tranparansi justru harus menanggung beban akibat penangkapan pimpinan tertinggi MK dalam kasus korupsi.
"(Penangkapan) yang terjadi kemarin kan bikin malu. Bilang transparansi tapi nyatanya paling korup di dunia. Bahkan hukum tertinggi MK bisa kena juga," keluh dia saat ditemui usai Indonesia Business Luncheon di Jimbaran, Bali, Sabtu (5/10/2013).
Akibatnya, tambah dia, akan mencoreng kepercayaan hukum masyarakat dan investor terhadap Indonesia. Sehingga Sofjan meminta kepada pemerintah untuk menghukum koruptor dengan hukuman berat.
"Dihukum saja yang berat supaya kapok, kalau tidak, maka akan mengulanginya lagi. Kita harus membuktikan (bersih), jangan setiap kali bukti-buktinya yang jelek-jelek saja yang keluar," lanjutnya.
Menurut Sofjan, dalam berinvestasi, investor selalu memprioritaskan kepastian hukum di setiap negara, termasuk Indonesia. "Investor pasti akan menanyakan hal ini (kepastian hukum), karena kepada siapa lagi mereka percaya mengingat masalah (korupsi) dapat menjelekkan nama baik Indonesia," tuturnya.
Kepastian hukum diperlukan, kata dia, supaya modal yang telah digelontorkan untuk investasi dapat berjalan secara transparansi. "Makanya korupsi dihilangkan, karena itu menyebabkan high cost jadi tidak bisa kompetitif," pungkas Sofjan.
Sementara Menteri Keuangan Chatib Basri justru berpendapat berbeda. Dia menganggap, isu mengenai korupsi bukan menjadi konsen utama investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
"Konsen utama mereka biasanya infrastruktur, tapi bukan berarti saya membenarkan isu (korupsi). Saya tegaskan isu korupsi harus dilawan bersama-sama, karena negara yang punya masalah korupsi bukan saja Indonesia tapi juga negara lain," sambung dia.
Meski demikian, Chatib menerangkan, bahwa isu pemerintah mengenai simplifikasi aturan harus segera dibenahi, mengingat sumber dari korupsi salah satunya dari peraturan yang berbelit-belit. (Fik/Ndw)