Sukses

RI Jamin CPO dan Karet Lokal Sudah Ramah Lingkungan

Pemerintah Indonesia terus berjuang supaya komoditas minyak kelapa sawit mentah dan karet lokal masuk dalam daftar produk ramah lingkungan.

Pemerintah Indonesia terus berjuang supaya komoditas minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan karet lokal masuk dalam daftar produk ramah lingkungan (Environmental Good list/EG List).

Pasalnya negara-negara APEC masih berkeberatan dengan proses panjang yang harus dilalui jika Indonesia terpaksa memasukkan dua komoditas tersebut ke dalam EG List.

 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menantang agar negara lain bisa menguji kualitas CPO dan karet produksi petani lokal karena sudah masuk dalam tiga kriteria.

“Pertama, menyangkut kriteria pembangunan berkelanjutan karena kami yakni CPO kita sudah diteliti oleh lembaga riset terkemuka dan memastikan CPO kita tidak merusak emisi gas rumah kaca, karbondioksida dan kesehatan,” kata dia di Nusa Dua Bali, Selasa (8/10/2013).

 Kedua, lanjut dia, kriteria menyangkut pembangunan pedesaan. Kelapa sawit dan karet Indonesia terbukti meningkatkan pendapatan atau GDP daerah. Itu artinya, sambungnya, komoditas ini memberikan kontribusi bagi pembangunan pedesaan.

“Dan ketiga, sebanyak 40% dari CPO kita dimiliki oleh rakyat yang hanya memiliki lahan pertanian seluas 2 hektare (ha) saja. Dengan pilar itu, dapat mengentaskan kemiskinan yang menjadi tanggung jawab moral bersama,” jelasnya.

Pemerintah, tambah Hatta, perlu menjaga mata pencaharian rakyat Indonesia secara berkesinambungan supaya produktivitas meningkat agar dapat mengentaskan kemiskinan.

 Sementara itu, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengungkapkan nasib kelapa sawit dan produk-produk perkebunan sudah tercermin dalam deklarasi ministerial dan diharapkan dapat segera tuntas hari ini.

“Deklarasi ini seharusnya memperbolehkan produk-produk agro dari setiap negara untuk dipromosikan selama produk tersebut dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan pedesaan,” jelas dia.

 Namun pendekatan ini, menurut Gita lebih cepat dan melebar bila dibandingkan kesepakatan APEC di Rusia tahun lalu yang agak random. Produk-produk tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan dari sisi lingkungan, pembangunan berkelanjutan.

“Kami terus mengkomunikasikan kepada para pengusaha bahwa CPO kita dapat dipertanggung jawabkan dari sisi reduksi emisi karbon. Tentunya, melibatkan peran wanita, Usaha Kecil Menengah (UKM), finansial inclusion, investasi dan infrastuktur,” tandas dia.(Fik/Nur)