Menghasilkan karya yang unik, sebenarnya bisa dimulai dengan memanfaatkan material sekitar, seperti yang dilakukan Sri Mulyani.
Wanita yang berdomisili di wilayah Manggarai Jakarta Selatan ini, mampu mengubah koran bekas yang sudah tidak terpakai menjadi sebuah barang yang tidak hanya unik, tetapi juga memiliki nilai jual.
Awal usaha
Berawal dari idenya untuk memanfaatkan tumpukan koran di dalam rumah, Mulyani, begitu dia biasa disapa, mulai mencoba membuat anyaman dari lintingan kertas koran menjadi sebuah barang utuh.
Secara otodidak, dia mengaku banyak belajar dengan melihat buku pengetahuan tentang kerajinan. Ditambah lagi hobinya dalam berkerajinan tangan, membuat niat menciptakan sesuatu semakin kuat.
"Setelah saya berpikir koran menumpuk banyak, kayanya dijual pun nggak ada harganya, saya buka buku untuk berkreasi, karena memang hobi saya kerajinan tangan. Saya lihat koran bisa dibikin, dari situ awalnya saya buat kerajinan ini. Teman-teman yang datang berminat, ada yang pesan. Alhamdulillah sekarang berkembang, macam-macam produknya," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, baru-baru ini.
Sebelum memulai membuat produk dari koran bekas, Mulyani bekerja sebagai staff finance pada sebuah perusahaan IT. Namun begitu keluar dari pekerjaannya, dia mulai berpikir agar tetap bisa menghasilkan uang namun dengan cara yang berbeda.
"Setelah saya keluar dari kerja, saya kepikiran mau buat apa, karena tidak menghasilkan apa-apa lagi, tidak dapat uang yang biasanya saya terima tiap bulan," tutur dia.
Pada bulan Oktober 2010, dengan hanya bermodalkan koran bekas, lem dan cat, Mulyani mulai menekuni kerajinan ini di sebuah workshop rumahan bernama `Gaweanku`.
Proses pembuatan produk dari koran bekas ini bisa dikatakan sedikit rumit, karena membutuhkan keterampilan teknik mengayam.
Proses produksi
Ingin tahu bagaimana proses pembuatannya?. Awalnya, koran bekas yang ada dipotong memanjang kemudian dilinting dengan menggunakan sebatang lidi. Setelah menjadi lintingan, kemudian dianyam sesuai dengan bentuk barang yang ingin dibuat.
Untuk membuat sebuah tempat pensil contohnya, paling tidak dibutuhkan sekitar 30 lintingan koran. Agar lebih kokoh, anyaman koran bekas yang sudah berbentuk tersebut dibalur dengan lem dan diberi warna untuk mempercantik tampilannya. Dalam sehari, Mulyani mampu menghasilkan 10-15 buah produk.
Untuk bahan baku berupa koran bekas, Mulyani biasanya mendapatkan secara cuma-cuma dari teman atau saudaranya. Namun sebagai ucapan terima kasih, biasanya dia membalasnya dengan memberikan produk yang telah dibuat.
Pemasaran
Hingga saat ini, beragam produk telah berhasil dia buat seperti tempat tisu, alas piring, tutup saji, tempat pensil, vas bunga kecil, keranjang pakaian, tempat sampah, keranjang parcel, tempat permen, alas gelas, ornamen rumah adat, kap lampu, bahkan hingga bentuk hewan dengan ukuran yang cukup besar. Tiap produk tersebut dijual dengan harga yang bervariasi mulai dari Rp 15 ribu hingga Rp 400 ribu.
Produk yang paling laku banyak dipesan seperti tempat pensil, vas bungan, alas gelas dan juga keranjang. Tak hanya membuat produk, pada moment-moment tertentu dia juga berinovasi dengan membuat semacam parcel dimana keranjangnya berasal dari anyaman koran bekas tersebut kemudian diisi dengan cokelat, permen atau isian parcel lainnya.
Muryani biasanya menjual produknya tersebut melalui pameran, bazar, dan juga pemesanan melalui internet dengan omset sekitar Rp 1-2 juta per bulan.
Pemesan produknya ini dari berbagai macam daerah seperti terjauh berasal dari Ambon dan Manado. Dia sendiri belum memiliki toko khusus yang menjual produk-produknya tersebut, namun suatu saat dia ingin memiliki tempat dimana dia memajang dan menjual hasil karyanya ini.
Dalam pembuatan produknya, Mulyani biasanya dibantu oleh 4 orang pengrajin yang masih memiliki ikatan saudara. Selain membuat sendiri, dia juga sering membuat pelatihan.
Berbagi keterampilan
Tak cuma memakai keahlian mencari rezeki, Sri Mulyani memiliki keinginan mulia lain. Setiap hari Minggu dia mendedikasikan diri melatih anak-anak dhuafa dan jalanan di wilayah Bekasi, untuk membuat kerajinan.
Hal ini dilakukannya dengan harapan memberi anak-anak tersebut memiliki kemampuan untuk membuat produk dan menghasilkan uang dari jerih payah mereka sendiri.
Selain itu, dia juga sering meminta untuk memberikan pelatihan kepada ibu-ibu rumah tangga di wilayah Pasar Minggu. Bahkan dia pernah diminta melakukan pelatihan hingga ke Palembang.
Dalam berwirausaha, Mulyati kerap menghadapi kendala, salah satunya yaitu dalam hal pemasaran. Dia mengaku masih sulit dalam menjual barang-barang hasil karyanya ini.
Bahkan ketika dia mengajak orang untuk membuat karya seperti ini, banyak yang menanyakan bagaimana cara memasarkan produk tersebut.
"Ketika saya bikin pelatihan banyak yang tanya pemasarannya bagaimana, makanya saya bikin program CSR untuk mengajak ibu-ibu dan anak remaja untuk membuat ini, saya menghubungkan ke pihak CSR untuk memasarkan," kata wanita kelahiran Jakarta, 7 Juli 1962 ini.
Kedepannya, Mulyani berharap usahanya ini mampu berkembang, agar koran bekas ini tidak lagi dianggap sampah yang tidak ada nilainya.
Tetapi koran-koran ini bisa digunakan dan bisa membantu para pengrajinnya untuk menjadi sesuatu yang bisa menghasilkan tambahan secara ekonomi.
Dia juga mempunyai cita-cita untuk memiliki sekolah kerajinan agar bisa mengembangkan segala macam bentuk kerajinan tangan yang ada di Indonesia.
"Ingin punya sekolah kerajinan, sekolah itu nantinya subsidi silang jadi ada yang tidak mampu dan ada yang mampu untuk membayar, kerajinan apa saja. Enaknya ketemu teman baru, banyak teman, berbagi dengan yang lain sehingga bukan saya saja yang bisa tapi orang lain juga bisa," tandasnya. (Dny/Nur)
Wanita yang berdomisili di wilayah Manggarai Jakarta Selatan ini, mampu mengubah koran bekas yang sudah tidak terpakai menjadi sebuah barang yang tidak hanya unik, tetapi juga memiliki nilai jual.
Awal usaha
Berawal dari idenya untuk memanfaatkan tumpukan koran di dalam rumah, Mulyani, begitu dia biasa disapa, mulai mencoba membuat anyaman dari lintingan kertas koran menjadi sebuah barang utuh.
Secara otodidak, dia mengaku banyak belajar dengan melihat buku pengetahuan tentang kerajinan. Ditambah lagi hobinya dalam berkerajinan tangan, membuat niat menciptakan sesuatu semakin kuat.
"Setelah saya berpikir koran menumpuk banyak, kayanya dijual pun nggak ada harganya, saya buka buku untuk berkreasi, karena memang hobi saya kerajinan tangan. Saya lihat koran bisa dibikin, dari situ awalnya saya buat kerajinan ini. Teman-teman yang datang berminat, ada yang pesan. Alhamdulillah sekarang berkembang, macam-macam produknya," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, baru-baru ini.
Sebelum memulai membuat produk dari koran bekas, Mulyani bekerja sebagai staff finance pada sebuah perusahaan IT. Namun begitu keluar dari pekerjaannya, dia mulai berpikir agar tetap bisa menghasilkan uang namun dengan cara yang berbeda.
"Setelah saya keluar dari kerja, saya kepikiran mau buat apa, karena tidak menghasilkan apa-apa lagi, tidak dapat uang yang biasanya saya terima tiap bulan," tutur dia.
Pada bulan Oktober 2010, dengan hanya bermodalkan koran bekas, lem dan cat, Mulyani mulai menekuni kerajinan ini di sebuah workshop rumahan bernama `Gaweanku`.
Proses pembuatan produk dari koran bekas ini bisa dikatakan sedikit rumit, karena membutuhkan keterampilan teknik mengayam.
Proses produksi
Ingin tahu bagaimana proses pembuatannya?. Awalnya, koran bekas yang ada dipotong memanjang kemudian dilinting dengan menggunakan sebatang lidi. Setelah menjadi lintingan, kemudian dianyam sesuai dengan bentuk barang yang ingin dibuat.
Untuk membuat sebuah tempat pensil contohnya, paling tidak dibutuhkan sekitar 30 lintingan koran. Agar lebih kokoh, anyaman koran bekas yang sudah berbentuk tersebut dibalur dengan lem dan diberi warna untuk mempercantik tampilannya. Dalam sehari, Mulyani mampu menghasilkan 10-15 buah produk.
Untuk bahan baku berupa koran bekas, Mulyani biasanya mendapatkan secara cuma-cuma dari teman atau saudaranya. Namun sebagai ucapan terima kasih, biasanya dia membalasnya dengan memberikan produk yang telah dibuat.
Pemasaran
Hingga saat ini, beragam produk telah berhasil dia buat seperti tempat tisu, alas piring, tutup saji, tempat pensil, vas bunga kecil, keranjang pakaian, tempat sampah, keranjang parcel, tempat permen, alas gelas, ornamen rumah adat, kap lampu, bahkan hingga bentuk hewan dengan ukuran yang cukup besar. Tiap produk tersebut dijual dengan harga yang bervariasi mulai dari Rp 15 ribu hingga Rp 400 ribu.
Produk yang paling laku banyak dipesan seperti tempat pensil, vas bungan, alas gelas dan juga keranjang. Tak hanya membuat produk, pada moment-moment tertentu dia juga berinovasi dengan membuat semacam parcel dimana keranjangnya berasal dari anyaman koran bekas tersebut kemudian diisi dengan cokelat, permen atau isian parcel lainnya.
Muryani biasanya menjual produknya tersebut melalui pameran, bazar, dan juga pemesanan melalui internet dengan omset sekitar Rp 1-2 juta per bulan.
Pemesan produknya ini dari berbagai macam daerah seperti terjauh berasal dari Ambon dan Manado. Dia sendiri belum memiliki toko khusus yang menjual produk-produknya tersebut, namun suatu saat dia ingin memiliki tempat dimana dia memajang dan menjual hasil karyanya ini.
Dalam pembuatan produknya, Mulyani biasanya dibantu oleh 4 orang pengrajin yang masih memiliki ikatan saudara. Selain membuat sendiri, dia juga sering membuat pelatihan.
Berbagi keterampilan
Tak cuma memakai keahlian mencari rezeki, Sri Mulyani memiliki keinginan mulia lain. Setiap hari Minggu dia mendedikasikan diri melatih anak-anak dhuafa dan jalanan di wilayah Bekasi, untuk membuat kerajinan.
Hal ini dilakukannya dengan harapan memberi anak-anak tersebut memiliki kemampuan untuk membuat produk dan menghasilkan uang dari jerih payah mereka sendiri.
Selain itu, dia juga sering meminta untuk memberikan pelatihan kepada ibu-ibu rumah tangga di wilayah Pasar Minggu. Bahkan dia pernah diminta melakukan pelatihan hingga ke Palembang.
Dalam berwirausaha, Mulyati kerap menghadapi kendala, salah satunya yaitu dalam hal pemasaran. Dia mengaku masih sulit dalam menjual barang-barang hasil karyanya ini.
Bahkan ketika dia mengajak orang untuk membuat karya seperti ini, banyak yang menanyakan bagaimana cara memasarkan produk tersebut.
"Ketika saya bikin pelatihan banyak yang tanya pemasarannya bagaimana, makanya saya bikin program CSR untuk mengajak ibu-ibu dan anak remaja untuk membuat ini, saya menghubungkan ke pihak CSR untuk memasarkan," kata wanita kelahiran Jakarta, 7 Juli 1962 ini.
Kedepannya, Mulyani berharap usahanya ini mampu berkembang, agar koran bekas ini tidak lagi dianggap sampah yang tidak ada nilainya.
Tetapi koran-koran ini bisa digunakan dan bisa membantu para pengrajinnya untuk menjadi sesuatu yang bisa menghasilkan tambahan secara ekonomi.
Dia juga mempunyai cita-cita untuk memiliki sekolah kerajinan agar bisa mengembangkan segala macam bentuk kerajinan tangan yang ada di Indonesia.
"Ingin punya sekolah kerajinan, sekolah itu nantinya subsidi silang jadi ada yang tidak mampu dan ada yang mampu untuk membayar, kerajinan apa saja. Enaknya ketemu teman baru, banyak teman, berbagi dengan yang lain sehingga bukan saya saja yang bisa tapi orang lain juga bisa," tandasnya. (Dny/Nur)