Minimnya produk ponsel lokal di pasar dalam negeri merupakan dampak dari kurangnya dukungan pemerintah Indonesia terhadap pabrikan ponsel lokal. Pasalnya pemerintah mengenakan pajak tinggi bagi impor komponen ponsel.
Pengamat telekomunikasi, Ferrij Lumoring mengungkapkan, harga produk ponsel dalam negeri sangat mahal karena ada beban pajak dari impor komponen ponsel. Sedangkan ponsel jadi atau utuh tidak dikenakan pajak impor.
"Kalau impor ponsel jadi gratis, tidak bayar pajak. Tapi kalau impor komponen malah mahal. Itu kan ngaco masa harganya jadi lebih mahal di dalam negeri ketimbang luar negeri," tegas dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Kamis (10/10/2013).
Padahal, lanjut Ferrij, potensi produksi ponsel di Indonesia sangat besar. Banyak pabrik ponsel di tanah air yang menyanggupi memproduksi ponsel yang kualitasnya sama dengan buatan luar negeri. Langkah tersebut tentu akan jauh lebih mura ketimbang impor ponsel jadi yang bakal menyedot dan menghabiskan devisa negara. Â
"Kenapa mahal? Karena tidak didukung pemerintah. Banyak pabrik yang sudah mulai coba (produksi) tapi gagal, termasuk Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) PT INTI. Kurang apa coba INTI, dia didukung pemerintah, mitra yang sudah jalan di luar negeri, tapi gara-gara impor komponen terlalu tinggi jadi tidak jalan," jelasnya.
Awalnya, kata Sekjen IMOCA ini, pabrik ponsel lokal tersebut berdiri sendiri dengan mulai merakit satu per satu komponen menjadi sebuah produk yang utuh. Namun selalu tersandung dengan pajak impor itu sehingga ikut mengerek harga jual ponsel dalam negeri.
"Ya karena mereka sudah mengkalkulasikan sana sini, merugi. Sudah coba diakalin, tapi tetap saja tidak bisa berkelanjutan. Lantaran pajak impor, mereka jadi tidak bisa berkembang," tandasnya.
Untuk itu, Ferrij mendesak supaya pemerintah membebaskan pajak komponen impor supaya kembali menggairahkan produksi ponsel lokal dan bisa bersaing dengan produk luar negeri.
"Selama ini impor komponen memang banyak dikeluhkan teman-teman industri. Jadi mending impor dihapus, dan mereka pasti akan siap lagi menjalankan produksi ponsel," tukas dia. (Fik/Ndw)
Pengamat telekomunikasi, Ferrij Lumoring mengungkapkan, harga produk ponsel dalam negeri sangat mahal karena ada beban pajak dari impor komponen ponsel. Sedangkan ponsel jadi atau utuh tidak dikenakan pajak impor.
"Kalau impor ponsel jadi gratis, tidak bayar pajak. Tapi kalau impor komponen malah mahal. Itu kan ngaco masa harganya jadi lebih mahal di dalam negeri ketimbang luar negeri," tegas dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Kamis (10/10/2013).
Padahal, lanjut Ferrij, potensi produksi ponsel di Indonesia sangat besar. Banyak pabrik ponsel di tanah air yang menyanggupi memproduksi ponsel yang kualitasnya sama dengan buatan luar negeri. Langkah tersebut tentu akan jauh lebih mura ketimbang impor ponsel jadi yang bakal menyedot dan menghabiskan devisa negara. Â
"Kenapa mahal? Karena tidak didukung pemerintah. Banyak pabrik yang sudah mulai coba (produksi) tapi gagal, termasuk Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) PT INTI. Kurang apa coba INTI, dia didukung pemerintah, mitra yang sudah jalan di luar negeri, tapi gara-gara impor komponen terlalu tinggi jadi tidak jalan," jelasnya.
Awalnya, kata Sekjen IMOCA ini, pabrik ponsel lokal tersebut berdiri sendiri dengan mulai merakit satu per satu komponen menjadi sebuah produk yang utuh. Namun selalu tersandung dengan pajak impor itu sehingga ikut mengerek harga jual ponsel dalam negeri.
"Ya karena mereka sudah mengkalkulasikan sana sini, merugi. Sudah coba diakalin, tapi tetap saja tidak bisa berkelanjutan. Lantaran pajak impor, mereka jadi tidak bisa berkembang," tandasnya.
Untuk itu, Ferrij mendesak supaya pemerintah membebaskan pajak komponen impor supaya kembali menggairahkan produksi ponsel lokal dan bisa bersaing dengan produk luar negeri.
"Selama ini impor komponen memang banyak dikeluhkan teman-teman industri. Jadi mending impor dihapus, dan mereka pasti akan siap lagi menjalankan produksi ponsel," tukas dia. (Fik/Ndw)