Sukses

RI Belum Siap Ikut Perdagangan Bebas APEC

"Seharusnya pemerintah mau bertanya pada diri sendiri, apakah kita siap dengan liberalisasi perdagangan,"

Partai Golkar menyayangkan keputusan pemerintah yang menyepakati perdagangan bebas negara-negara Asia Pasifik dalam pertemuan KTT APEC yang berlangsung beberapa waktu lalu. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis khawatir Indonesia bisa merugi karena masih belum siap menghadapi derasnya arus komoditas dan produk dari luar negeri.

"Seharusnya pemerintah mau bertanya pada diri sendiri, apakah kita siap dengan liberalisasi perdagangan yang mana nantinya bea masuk produk dikenakan 0 sampai maksimal 5% saja," jelas Harry di Media Center BKPP DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (10/10/2013).

Para menteri perdagangan anggota APEC nantinya akan membawa hasil kesepakatan tersebut pada Konferensi Tingkat Tinggi World Trade Organisation (KTT WTO) pada Desember mendatang. Kesepakatan hasil KTT APEC terkait perdagangan bebas tersebut tertuang dalam Deklarasi Bali.

Harry menilai, perdagangan bebas yang selama ini dilakukan pemerintah telah berdampak negatif pada neraca perdagangan dalam negeri. Pemicunya, pemerintah cenderung mengekspor bahan mentah untuk dikelola di luar negeri.

"Kita sudah mendapat imbas perdagangan bebas yang membuat neraca perdagangan Indonesia minus dan melemahkan rupiah kita, sementara kita terus asyik mengobral ekspor komoditas dalam bentuk bahan mentah," ujarnya.

Dari sisi lain, industri Indonesia juga dianggap belum siap mengekspor barang jadi yang memiliki nilai tambah ekonomi. Persoalan ini diperburuk dengan ekonomi biaya tinggi akibat biaya perizinan, buruh, infrastruktur yang sangat buruk sehingga membebani produk buatan lokal dalam bersaing di mancanegara.

Pemerintah juga dinilai lalai dengan menunda larangan ekspor komoditas bahan baku mentah yang dikeluarkannya sejak 2009. Kondisi makin dipersulit dengan langkah eksportir yang memilih memarkir hasil penjualannya itu di luar negeri dan hanya sebagian saja yang masuk kembali ke indonesia untuk memenuhi biaya operasonal. (Sis/Shd)