Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia ( GAPMMI)Â Franky Sibarani menilai Kementerian Pertanian (Kementan) membuat peraturan yang isinya saling berbenturan satu dengan lainnya.
INi terkait dengan kebijakan importasi daging olahan yang dinilai tidak berpihak pada industri dalam negeri. Keberadaan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 84 tahun 2013 tentang pemasukan daging, jeroan dan olahannya ke Indonesia, menjadi permasalahan industri olahan nasional karena ada pasal yang bertentangan yaitu pasal 9 dengan pasal 7.
"Persyaratan negara asal harus bebas dari A. Penyakit mulut dan kuku dan seterusnya B. Penyakit mulut dan kuku untuk daging dominasinya kecil," kata Franky, dalam diskusi di kantor kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (17/10/2013).
Frangky menyabutkan dalam pasal 9 tertulis, dalam hal negara belum bebas penyakit mulut dan kuku dapat dipertimbangkan sebagai negara pemasukan daging olahan. Sedangkan pasal 7 bahan baku daging harus terbebas dari penyakit kuku dan mulut.
"Tapi pasal 9 memperbolehkan negara untuk daging olahan dengan catatan sudah dipanaskan," ungkap Franky.
Menurut dia dengan keberadaan dua pasal yang berbenturan tersebut akan membuka kesempatan produsen luar negeri masuk ke Indonesia dengan bahan baku yang belum bebas dari penyakit kuku dan mulut. Sehingga mematikan produsen dalam negeri.
"Artinya adalah permentan ini mendorong industri untuk menjadi pedagang karena bahan bakunya dibatasi, tapi produk olahannya segala dunia boleh impor," tegas dia. (Pew/Nur)
INi terkait dengan kebijakan importasi daging olahan yang dinilai tidak berpihak pada industri dalam negeri. Keberadaan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 84 tahun 2013 tentang pemasukan daging, jeroan dan olahannya ke Indonesia, menjadi permasalahan industri olahan nasional karena ada pasal yang bertentangan yaitu pasal 9 dengan pasal 7.
"Persyaratan negara asal harus bebas dari A. Penyakit mulut dan kuku dan seterusnya B. Penyakit mulut dan kuku untuk daging dominasinya kecil," kata Franky, dalam diskusi di kantor kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (17/10/2013).
Frangky menyabutkan dalam pasal 9 tertulis, dalam hal negara belum bebas penyakit mulut dan kuku dapat dipertimbangkan sebagai negara pemasukan daging olahan. Sedangkan pasal 7 bahan baku daging harus terbebas dari penyakit kuku dan mulut.
"Tapi pasal 9 memperbolehkan negara untuk daging olahan dengan catatan sudah dipanaskan," ungkap Franky.
Menurut dia dengan keberadaan dua pasal yang berbenturan tersebut akan membuka kesempatan produsen luar negeri masuk ke Indonesia dengan bahan baku yang belum bebas dari penyakit kuku dan mulut. Sehingga mematikan produsen dalam negeri.
"Artinya adalah permentan ini mendorong industri untuk menjadi pedagang karena bahan bakunya dibatasi, tapi produk olahannya segala dunia boleh impor," tegas dia. (Pew/Nur)