Sukses

Kesepakatan Utang AS Jadi Kunci Sukses Nestle

Dengan stabilitas pasar menjadi awal yang baik untuk mulai mengembangkan bisnis Nestle di Amerika Serikat.

Kesepakatan jangka pendek untuk menaikkan batas utang Amerika Serikat (AS) merupakan titik awal bagi Nestle untuk terus tumbuh di negara tersebut. Meski begitu, CEO Nestle Paul Bulcke masih bersiap menghadapi ketidakpastian ekonomi lainnya yang dapat mengganggu permintaan konsumen.

"Saya rasa ini (keputusan menaikkan batas utang) merupakan langkah yang baik untuk memperoleh solusi besar nantinya. Keputusan itu juga benar-benar menciptakan lingkungan perdagangan yang stabil dan kami butuh stabilitas tersebut karena kepercayaan konsumen sangat berkaitan dengan itu," jelas Bulcke dalam kutipan wawancara dengan CNBC, Jumat (18/10/2013).

Menurut Bulcke, memiliki stabilitas pasar tersebut merupakan awal yang baik untuk mulai mengembangkan bisnis Nestle di AS. Komentar CEO asal Belgia tersebut diungkapkan sehari setelah pemerintah AS sepakat untuk menaikkan batas utangnya dan membuka kembali operasional pemerintahannya.

Kesepakatan tersebut juga berarti badan-badan pemerintah AS akan menerima dana tambahan hingga 15 Januari dan pemerintah dapat terus melakukan pinjaman hingga 7 Februari 2014.

Nestle yang memproduksi coklat KitKat dan sup Maggi merupakan grup produsen pangan terbesar dunia berdasarkan pendapatannya. Perusahaan tersebut mempekerjakan sekitar 45 ribu orang di AS.

"Kadang kami melihat sedikit peningkatan kepercayaan konsumen, kami sangat antusias menanggapainya, tapi kemudian semua yang kami lihat ternyata berbeda. Banyak yang bilang dirinya tidak tahu apa yang akan terjadi, dan ketidakpastian itu membuat konsumen memilih untuk tidak membeli," jelasnya.

Diungkap Buckle, keputusan konsumen untuk tidak banyak membeli tentu sangat berisiko bagi bisnisnya.

Nestle lalu melaporkan hasil penjualannya dalam sembilan bulan pertama tahun ini yang sedikit berbeda dengan ekspektasi. Pendapatan yang diperoleh hanya sebesar US$ 75,7 miliar dari prediksi para analis yang berjumlah US$ 76,7 miliar. (Sis/Ndw)