Kewajiban perusahaan tambang untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral mulai 2014 belum membuka kesadaran perbankan di Tanah Air untuk ikut mendanai proyek pengolahan pemurnian itu. Alasannya karena terlalu banyak risiko yang ke depannya akan menjadi beban bagi perbankan sendiri. Â
"Jarang sekali perbankan yang berminat mendanai proyek smelter karena mereka khawatir terlalu banyak risiko. Tapi sebenarnya karena mereka belum tahu industrinya secara detail," ujar Managing Director Indonesia Eximbank, Dwi Wahyudi saat ditemui di acara Paparan Kinerja Kuartal III/2013 di Tangerang, Jumat (18/10/2013) malam.
Risiko terbesar, tambahnya, lantaran barang (mineral) yang dihasilkan harus sesuai dengan permintaan pasar. Sehingga dalam setiap pembangunan smelter harus diiringi dengan adanya pembeli yang bersedia menjamin atau membeli produk tersebut (secured buyer).
"Jadi penjualannya harus sudah terjamin ada (secured). Kalau risiko itu bisa ter-managed, maka perbankan lain akan mulai masuk (mendanai proyek smelter," ujar Dwi.
Di saat sepinya minat perbankan umum terhadap proyek smelter, Indonesia Eximbank justru mengambil kesempatan tersebut yang mulai fokus membiayai pembangunan smelter sejak tahun lalu.
"Dari yang saya baca, Kementerian Perdagangan menyebutkan ada 230 proposal rencana pembangunan smelter yang masuk namun realisasinya tidak lebih dari 5%. Jadi sebenarnya kami pionir yang pertama," katanya.
Saat ini, bank ekspor impor milik pemerintah telah mendanai dua proyek pembangunan smelter oleh PT Indo Feroo di Cilegon dan PT Bintang Delapan Mineral di Morowali, Sulawesi Tengah.
"Pembiayaan kami untuk Indo Feroo kurang lebih sekitar US$ 60 juta dari total investasi sekitar US$ 130 juta atau Rp 1,3 triliun. Sedangkan suntikan pinjaman sekitar Rp 400 miliar-Rp 500 miliar diberikan ke Bintang Delapan Mineral," jelasnya.
Dwi mengatakan, pihaknya tengah membidik sekitar empat sampai lima perusahaan lokal maupun asing yang berniat membangun smelter di indonesia, termasuk PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
"Dari total pembiayaan Indonesia Eximbank yang mencapai Rp 36 triliun, sekitar Rp 1 triliun-Rp 1,5 triliun dialokasikan untuk membiayai proyek smelter," pungkas dia. (Fik/Ndw)
"Jarang sekali perbankan yang berminat mendanai proyek smelter karena mereka khawatir terlalu banyak risiko. Tapi sebenarnya karena mereka belum tahu industrinya secara detail," ujar Managing Director Indonesia Eximbank, Dwi Wahyudi saat ditemui di acara Paparan Kinerja Kuartal III/2013 di Tangerang, Jumat (18/10/2013) malam.
Risiko terbesar, tambahnya, lantaran barang (mineral) yang dihasilkan harus sesuai dengan permintaan pasar. Sehingga dalam setiap pembangunan smelter harus diiringi dengan adanya pembeli yang bersedia menjamin atau membeli produk tersebut (secured buyer).
"Jadi penjualannya harus sudah terjamin ada (secured). Kalau risiko itu bisa ter-managed, maka perbankan lain akan mulai masuk (mendanai proyek smelter," ujar Dwi.
Di saat sepinya minat perbankan umum terhadap proyek smelter, Indonesia Eximbank justru mengambil kesempatan tersebut yang mulai fokus membiayai pembangunan smelter sejak tahun lalu.
"Dari yang saya baca, Kementerian Perdagangan menyebutkan ada 230 proposal rencana pembangunan smelter yang masuk namun realisasinya tidak lebih dari 5%. Jadi sebenarnya kami pionir yang pertama," katanya.
Saat ini, bank ekspor impor milik pemerintah telah mendanai dua proyek pembangunan smelter oleh PT Indo Feroo di Cilegon dan PT Bintang Delapan Mineral di Morowali, Sulawesi Tengah.
"Pembiayaan kami untuk Indo Feroo kurang lebih sekitar US$ 60 juta dari total investasi sekitar US$ 130 juta atau Rp 1,3 triliun. Sedangkan suntikan pinjaman sekitar Rp 400 miliar-Rp 500 miliar diberikan ke Bintang Delapan Mineral," jelasnya.
Dwi mengatakan, pihaknya tengah membidik sekitar empat sampai lima perusahaan lokal maupun asing yang berniat membangun smelter di indonesia, termasuk PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
"Dari total pembiayaan Indonesia Eximbank yang mencapai Rp 36 triliun, sekitar Rp 1 triliun-Rp 1,5 triliun dialokasikan untuk membiayai proyek smelter," pungkas dia. (Fik/Ndw)