Indonesia Eximbank mengeluhkan sulitnya berjualan asuransi untuk kegiatan ekspor para pelaku usaha dalam negeri. Penyebabnya, eksportir lebih mempercayakan perlindungan bisnisnya melalui jaminan letter of credit (L/C).
"Susah jualan asuransi ekspor karena eksportir lebih nyaman pakai L/C, skema pembiayaan khusus ekspor yang sudah mencakup seluruhnya, termasuk asuransi bisnis pelaku usaha," kata Direktur Pelaksana Indonesia Eximbank, Basuki Setyadjid di Tangerang, seperti ditulis Minggu (20/10/2013).
Padahal, Managing Director Indonesia Eximbank Isnen Sutopo menambahkan bahwa pihaknya telah diamanahkan pemerintah untuk menangani bisnis pembiayaan dan asuransi khusus bagi eksportir, seperti kasus gagal bayar, gagal ekspor dan sebagainya.
"Asuransi sangat diperlukan bagi eksportir karena banyak kondisi ketidakpastian di negara-negara tujuan ekspor pengusaha, misalnya saja risiko politik di negara Irak, Timor Leste, Iran , Nigeria dan lainnya," lanjut dia.
Alasan inilah, sambung Basuki, yang membuat perusahaan tak berani memasang target raihan dari asuransi ekspor terlalu tinggi. Hingga akhir tahun, manajemen memproyeksikan pendapatan dari asuransi ekspor sekitar Rp 300 miliar.
"Karena tidak gampang menjual asuransi, kami targetkan Rp 300 miliar dari asuransi ekspor di tahun ini. Sedangkan posisi per 30 September 2013 telah meraup Rp 277,79 miliar atau naik dari perolehan Rp 149,28 miliar pada akhir Desember 2012," ucap dia.
Meski begitu, Isnen mengaku, bisnis asuransi ekspor membuka ceruk pasar bagi bank milik pemerintah ini untuk serius menggarap eksportir. "Krisis global justru bikin peluang bisnis ini besar karena ada pergeseran tujuan pasar eksportir dari pasar tradisional ke non tradisional. Kebutuhan dan permintaan ekspor juga semakin tinggi, sehingga risiko yang akan timbul menjadi besar," pungkas dia. (Fik/Igw)
"Susah jualan asuransi ekspor karena eksportir lebih nyaman pakai L/C, skema pembiayaan khusus ekspor yang sudah mencakup seluruhnya, termasuk asuransi bisnis pelaku usaha," kata Direktur Pelaksana Indonesia Eximbank, Basuki Setyadjid di Tangerang, seperti ditulis Minggu (20/10/2013).
Padahal, Managing Director Indonesia Eximbank Isnen Sutopo menambahkan bahwa pihaknya telah diamanahkan pemerintah untuk menangani bisnis pembiayaan dan asuransi khusus bagi eksportir, seperti kasus gagal bayar, gagal ekspor dan sebagainya.
"Asuransi sangat diperlukan bagi eksportir karena banyak kondisi ketidakpastian di negara-negara tujuan ekspor pengusaha, misalnya saja risiko politik di negara Irak, Timor Leste, Iran , Nigeria dan lainnya," lanjut dia.
Alasan inilah, sambung Basuki, yang membuat perusahaan tak berani memasang target raihan dari asuransi ekspor terlalu tinggi. Hingga akhir tahun, manajemen memproyeksikan pendapatan dari asuransi ekspor sekitar Rp 300 miliar.
"Karena tidak gampang menjual asuransi, kami targetkan Rp 300 miliar dari asuransi ekspor di tahun ini. Sedangkan posisi per 30 September 2013 telah meraup Rp 277,79 miliar atau naik dari perolehan Rp 149,28 miliar pada akhir Desember 2012," ucap dia.
Meski begitu, Isnen mengaku, bisnis asuransi ekspor membuka ceruk pasar bagi bank milik pemerintah ini untuk serius menggarap eksportir. "Krisis global justru bikin peluang bisnis ini besar karena ada pergeseran tujuan pasar eksportir dari pasar tradisional ke non tradisional. Kebutuhan dan permintaan ekspor juga semakin tinggi, sehingga risiko yang akan timbul menjadi besar," pungkas dia. (Fik/Igw)