Sukses

Industri Besar Harus Mau Menggendong IKM

Industri besar dituntut turut membantu pertumbuhan industri kecil dan menengah (IKM) di dalam negeri dan bukan sebaliknya.

Industri besar dituntut turut membantu pertumbuhan industri kecil dan menengah (IKM) di dalam negeri dan bukan sebaliknya.

Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Euis Saedang mengungkapkan keengganan industri besar menjadi batu sandungan dalam perjalanan bisnis dari IKM.

"Saat ini yang masih jadi kendala adalah bagaimana membuat Industri besar mau menggendong IKM bukannya malah menjatuhkan," ujar Euis di Jakarta, Sabtu (26/10/2013).

Selain itu, guna memperlancar dan menggenjot IKM di dalam negeri. Para pemilik diminta mau bekerjasama dengan pemerintah. Hal ini mengingat para pelaku usaha di bidang IKM seringkali tak kuat menghadapi permasalahan bisnis sendirian.

"Ngobrol. Kemudian kelompokkan masalahnya. Cari cara agar industri besar mau menggendong IKM. Industri itu kan ada jenjangnya, industri rumah tangga, mikro, kecil, menengah. Nah di level menengah ini anginnya kencang. Rasanya malah seperti sudah mau kolaps saja," jelasnya.

Menurut dia, banyak IKM yang bisa tumbuh besar karena telah memenuhi beberapa ketentuan dan persyaratan. Namun seringkali lemahnya pengetahuan soal bisnis membuat para pemiliknya tidak bisa bertahan dan memilih untuk menghentikan usahanya.

"Dalam ilmu bisnis, ini namanya saturated. Jadi ada satu titik di mana sebuah usaha seolah tidak bisa bertahan lama. Padahal sudah punya semua, label SNI, 10 tahun usaha, konsumen. Ini jangan sampai malah dicaplok industri besar apalagi asing," pungkasnya.

Dalam kondisi tersebut, Euis menilai pentingnya kehadiran konsultan IKM guna mendampingi para pemilik usahanya. Namun begitu, jumlah konsultan IKM saat ini masih sangat rendah yaitu 400 orang di seluruh Indonesia.

Di sisi lain, ternyata bahan baku juga masih menjadi kendala utama yang menjadi penghambat tumbuhnya IKM di dalam negeri. Hal ini mengingat masih banyak bahan baku yang harus didatangkan dari luar negeri sebagai barang impor.

Euis menilai, sebenarnya para pelaku usaha IKM masih bisa memperoleh bahan baku baik domestik maupun impor dengan harga lebih murah jika membelinya secara kolektif. Sayangnya, kebanyakan pemilik IKM masih memilih membeli bahan bakunya sendiri.

"Padahal kalau belinya ramai-ramai secara berkelompok kan harga bahan bakunya bisa lebih murah. Kami juga mau bentuk nanti koperasi bahan baku agar para pemilik usaha di bidang IKM bisa beli bahan baku dari situ," jelasnya.

Selain itu, dalam mengembangkan industri kecil dan menengah di dalam negeri, para pelaku usaha dari kalangan tersebut hendaknya bekerjasama lebih baik dengan pihak pemerintah dan tidak egois dalam menjalankan bisnisnya.

Misalnya dalam bisnis garmen, pemerintah bisa menyediakan potongan harga untuk pengadaan mesin jahit, cutting atau mesin bordir.(Sis/Nur)