Sukses

Wah, Sepertiga Perusahaan Global Mimpi Ingin Merger

Harapan terhadap pertumbuhan ekonomi global mendorong sejumlah perusahaan dunia ingin menyatukan usahanya atau mengakuisisi perusahaan lain.

Menurut survei yang dilakukan Ernst & Young (EY) pada sejumlah pejabat senior di 70 negara, sebanyak lebih dari sepertiga perusahaan dunia berencana untuk menyatukan usahanya atau mengakuisisi perusahaan lain tahun depan. Keyakinan ini muncul seiring dengan tumbuhnya kepercayaan terhadap pemulihan ekonomi global.

 Seperti dikutip dari CNBC, Senin (28/10/2013), hasil survei EY pada 1.600 pejabat tersebut juga menunjukkan adanya peningkatan kesepakatan nilai dan ukuran bisnis.

 "Sentimen tentang merger dan akuisisi terdorong dengan banyaknya pandangan positif mengenai dasar kesepakatan bisnis, serta terdapat peningkatan signifikan pada jumlah dan kualitas sejumlah peluang akuisisi yang ada," ujar Wakil Ketua Layanan Konsultasi Transaksi di EY, Pip McCrostie. EY sendiri merupakan perusahaan jasa profesional terbesar di Inggris.

Menurut McCrostie, semua rencana tersebut didorong tumbuhnya keyakinan akan adanya peningkatan kondisi ekonomi global khususnya di negara-negara maju. Tak hanya itu, negara-negara berkembang juga dinilai akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil.

Sesuai hasil survei, China, India, Brasil Amerika Serikat (AS), dan Kanada menjadi lima negara tujuan sejumlah target merger tersebut. Sementara bidang usaha dengan tingkat kesepakatan paling diminati adalah ilmu pengetahuan, energi, otomotif dan produk konsumen.

 "Negara-negara berkembang baik BRIC (Brasil, Rusia, India, dan China) maupun non-BRIC terus memikat para pengusaha besar dan membiarkan adanya diversifikasi portofolio. Negara-negara berkembang juga diharapkan berinvestasi lebih ke dalan negara-negara maju seperti yang dilakukan di antara negara berkembang, karena negara-negara berkembang dapat mendorong pertumbuhan lewat akuisisi yang lebih besar",  papar McCrostie.

 EY juga menggarisbawahi adanya kemungkinan negara-negara maju seperti Inggris dan Jerman untuk membuat kesepakatan bisnis dengan negara-negara berkembang seperti Meksiko, Indonesia bahkan Myanmar. (Sis/Ahm)