Krisis ekonomi politik yang dihadapi Amerika Serikat (AS) dan Eropa beberapa waktu lalu telah menciptakan sejumlah peluang emas bagi China untuk memperkuat basis perekonomiannya. China merangkul sejumlah negara di kawasan ASEAN dengan menghadiri beberapa konferensi internasional saat Presiden Barrack Obama memilih absen karena harus mencari solusi guna menghindari gagal bayar atas utang yang melilit negaranya.
CEO Bangkok Bank, Suwatchai Songwanich, seperti dikutip kolom opini The Nation, Senin (28/10/2013) mengatakan, krisis di Washington yang merebut perhatian dunia mampu dimanfaatkan China untuk merangkul lebih dekat negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Krisis AS selama September dan Oktober ditangkap China dengan melakukan berbagai kegiatan diplomatis ke negara Asia lainnya.
Perdana Menteri Li Keqiang diketahui menghadiri pertemuan Sino-Asean di Nanning dan menegaskan visinya `diamond decade` untuk melakukan lebih banyak kerjasama di sejumlah bidang baru.
Kunjungan tersebut diikuti kehadiran Presiden Xi Jinping ke Malaysia, East Asia Summit di Brunei, dan APEC di Bali. Dalam kesempatan tersebut, Xi mengungkapkan tujuh poin rencana kerjasama dan membahas konsep `Maritime Silk Road` di abad 21. Akhirnya Li lalu berkunjung ke Brunei, Thailand dan Vietnam dan mengungkapkan sejumlah inisiatif kerjasama dan bisnis yang dimilikinya.
Jadwal sejumlah pertemuan penting di negara-negara besar Asia ini merupakan keberuntungan tersendiri bagi China. Hal ini mengingat ketidakhadiran Obama karena rendahnya anggaran negara dibandingkan dengan kuat dan aktifnya peran China di kawasan ASEAN.
China juga menerima dukungan dan berkomitmen lebih jauh untuk merealisasikan konsep perdagangan bebasnya yang diberi nama RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership). Sementara itu, Trans Pacific Partnership (TPP) yang diajukan AS tampak tersendat.
Sementara itu, kunjungan China di Thailand menghasilkan enam kepakatan resmi tentang perkembangan energi, investasi infrastruktur, dan pertukaran produk pertanian, kerjasa sama ilmu pengetahuan, promosi investasi, maritim dan rencana kerjasama budaya.
China dan Thailand memang dekat, tapi tidak sedekat dengan Vietnam. Tak heran, setelah mengunjungi Thailand, Li langsung terbang ke Vietnam. Di sana kedua negara sepakat untuk lebih saling terbuka khususnya di bidang maritim. Li mengatakan, China ingin bekerjasama dengan Vietnam mengembangkan potensi kelautan dan memberikan situasi bisnis yang saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan laut China Selatan.
Kunjungan-kunjungan China menghasilkan sejumlah penandatanganan kerjasama dan kesepakatan bisnis termasuk perluasan zona ekonomi, pembangunan pembangkit tenaga listrik dan promosi dagang yang lebih terbuka.(Sis/Shd)
CEO Bangkok Bank, Suwatchai Songwanich, seperti dikutip kolom opini The Nation, Senin (28/10/2013) mengatakan, krisis di Washington yang merebut perhatian dunia mampu dimanfaatkan China untuk merangkul lebih dekat negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Krisis AS selama September dan Oktober ditangkap China dengan melakukan berbagai kegiatan diplomatis ke negara Asia lainnya.
Perdana Menteri Li Keqiang diketahui menghadiri pertemuan Sino-Asean di Nanning dan menegaskan visinya `diamond decade` untuk melakukan lebih banyak kerjasama di sejumlah bidang baru.
Kunjungan tersebut diikuti kehadiran Presiden Xi Jinping ke Malaysia, East Asia Summit di Brunei, dan APEC di Bali. Dalam kesempatan tersebut, Xi mengungkapkan tujuh poin rencana kerjasama dan membahas konsep `Maritime Silk Road` di abad 21. Akhirnya Li lalu berkunjung ke Brunei, Thailand dan Vietnam dan mengungkapkan sejumlah inisiatif kerjasama dan bisnis yang dimilikinya.
Jadwal sejumlah pertemuan penting di negara-negara besar Asia ini merupakan keberuntungan tersendiri bagi China. Hal ini mengingat ketidakhadiran Obama karena rendahnya anggaran negara dibandingkan dengan kuat dan aktifnya peran China di kawasan ASEAN.
China juga menerima dukungan dan berkomitmen lebih jauh untuk merealisasikan konsep perdagangan bebasnya yang diberi nama RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership). Sementara itu, Trans Pacific Partnership (TPP) yang diajukan AS tampak tersendat.
Sementara itu, kunjungan China di Thailand menghasilkan enam kepakatan resmi tentang perkembangan energi, investasi infrastruktur, dan pertukaran produk pertanian, kerjasa sama ilmu pengetahuan, promosi investasi, maritim dan rencana kerjasama budaya.
China dan Thailand memang dekat, tapi tidak sedekat dengan Vietnam. Tak heran, setelah mengunjungi Thailand, Li langsung terbang ke Vietnam. Di sana kedua negara sepakat untuk lebih saling terbuka khususnya di bidang maritim. Li mengatakan, China ingin bekerjasama dengan Vietnam mengembangkan potensi kelautan dan memberikan situasi bisnis yang saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan laut China Selatan.
Kunjungan-kunjungan China menghasilkan sejumlah penandatanganan kerjasama dan kesepakatan bisnis termasuk perluasan zona ekonomi, pembangunan pembangkit tenaga listrik dan promosi dagang yang lebih terbuka.(Sis/Shd)