Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menegaskan perkembangan perdagangan tekstil di seluruh dunia mengalami tren positif pada tahun ini. Hal ini dapat terlihat pada peningkatan volume perdagangan yang naik dari US$ 699 miliar pada 2012 menjadi Us$ 711 miliar.
Namun ditengah peningkatan tersebut, nilai perdagangan ekspor Indonesia justru hanya memiliki porsi 1,8%, atau lebih kecil dari negara ASEAN lainya seperti Vietnam.
"Ini kecil sekali, dibandingkan dengan Vietnam yang baru tumbuh dalam 13 tahun, ekspornya sudah melampaui Indonesia dengan angka US$ 20 miliar," ujarnya di Jakarta seperti ditulis Sabtu (2/11/2013).
Ade menjelaskan, kekalahan ekspor Indonesia dibandingkan Vietnam ini muncul karena gejolak yang terjadi pada perekonomian khususnya masalah perburuhan. Pelaku industri tekstil juga harus berhadapan dengan tak adanya kepastian hukum bagi investor yang berminat menanamkan modalnya.
"Ini kita sendiri yang sering menimbulkan stigma yang membuat kesan indonesia tidak aman dan tidak ada kepastian hukum bagi investor. Sehingga investor masuknya ke Vietnam yg memiliki citra lebih stabil dari Indonesia," katanya.
API mencatat, pertumbuhan industri tekstil di Indonesia saat ini berkisar 3-4% per tahun. Padahal jika pemerintah mampu memberikan kepastian hukum ditunjang keamanan dari gejolak perburuhan, industri tekstil dalam negeri mampu tumbuh hingga 10% per tahun.
"Karena negara kita tidak stabil maka investor dan pembeli juga takut untuk invetasi dan mengorder, nanti tiba-tiba pabriknya tidak jalan atau tutup bagaimana," tandas Ade.(Dny/Shd)
Namun ditengah peningkatan tersebut, nilai perdagangan ekspor Indonesia justru hanya memiliki porsi 1,8%, atau lebih kecil dari negara ASEAN lainya seperti Vietnam.
"Ini kecil sekali, dibandingkan dengan Vietnam yang baru tumbuh dalam 13 tahun, ekspornya sudah melampaui Indonesia dengan angka US$ 20 miliar," ujarnya di Jakarta seperti ditulis Sabtu (2/11/2013).
Ade menjelaskan, kekalahan ekspor Indonesia dibandingkan Vietnam ini muncul karena gejolak yang terjadi pada perekonomian khususnya masalah perburuhan. Pelaku industri tekstil juga harus berhadapan dengan tak adanya kepastian hukum bagi investor yang berminat menanamkan modalnya.
"Ini kita sendiri yang sering menimbulkan stigma yang membuat kesan indonesia tidak aman dan tidak ada kepastian hukum bagi investor. Sehingga investor masuknya ke Vietnam yg memiliki citra lebih stabil dari Indonesia," katanya.
API mencatat, pertumbuhan industri tekstil di Indonesia saat ini berkisar 3-4% per tahun. Padahal jika pemerintah mampu memberikan kepastian hukum ditunjang keamanan dari gejolak perburuhan, industri tekstil dalam negeri mampu tumbuh hingga 10% per tahun.
"Karena negara kita tidak stabil maka investor dan pembeli juga takut untuk invetasi dan mengorder, nanti tiba-tiba pabriknya tidak jalan atau tutup bagaimana," tandas Ade.(Dny/Shd)