Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengungkapkan permasalahan yang menjerat PT Bank Mega Tbk dan PT Elnusa Tbk merupakan salah satu kasus yang membuat dirinya menjadi pusing. Kasus dua perusahaan publik ini muncul ketika dana deposito berjangka senilai Rp 111 miliar berubah menjadi deposito on call.
"Ketika saya menjabat di BI, saya pusing memikirkan kasus rumit Elnusa, apalagi permasalahannya dibawa ke pengadilan. Saya menyarankan agar kedua belah pihak, antara Bank Mega dan Elnusa berdamai," ujar Darmin ketika ditemui dalam acara CEO Networking 2013 di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, Senin (4/11/2013).
Darmin mengaku, BI sebetulnya menginginkan ada perdamaian antara Elnusa dan Bank Mega. Sayangnya, keinginan tersebut sirna setelah Elnusa langsung membawa kasus tersebut ke ranah pengadilan. Bank Sentral beranggapan, suatu kasus yang sudah dibawa ke pengadilan justru akan melalui proses yang panjang dan lama dalam mencari kata sepakat.
"Elnusa langsung mengadukan ke pengadilan, maka mau tidak mau kami harus menunggu proses pengadilan dahulu, untuk pencairan dana itu. Kami mengerti proses pengadilan Indonesia sangat lama, membutuhkan banyak waktu," tegasnya.
Bank Sentral pernah menggelar mediasi dengan kedua perusahaan yang bersengketa. Sayangnya, upaya perdamaian yang digagas tak dijalankan kedua pihak sehingga BI memutuskan agar Bank Mega membuat escrow account (rekening penampung).
Darmin mengatakan, apapun keputusan pengadilan, kasus perselisihan antara Elnusa dan Bank Mega menjadi pembelajaran bagi semua perusahaan.
Sebelumnya, Elnusa mendesak Bank Mega mencairkan dana deposito perseroan senilai Rp 111 miliar beserta bunga sekitar 6% per tahun, setelah perusahaan kembali memenangkan gugatan perdata tingkat banding di Pengadilan Tinggi Jakarta. Hal itu berdasarkan referensi Salinan Resmi Putusan Perkara Perdata Nomor 237/Pdt/2012/PT.DKI. (Dis/Shd)
"Ketika saya menjabat di BI, saya pusing memikirkan kasus rumit Elnusa, apalagi permasalahannya dibawa ke pengadilan. Saya menyarankan agar kedua belah pihak, antara Bank Mega dan Elnusa berdamai," ujar Darmin ketika ditemui dalam acara CEO Networking 2013 di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, Senin (4/11/2013).
Darmin mengaku, BI sebetulnya menginginkan ada perdamaian antara Elnusa dan Bank Mega. Sayangnya, keinginan tersebut sirna setelah Elnusa langsung membawa kasus tersebut ke ranah pengadilan. Bank Sentral beranggapan, suatu kasus yang sudah dibawa ke pengadilan justru akan melalui proses yang panjang dan lama dalam mencari kata sepakat.
"Elnusa langsung mengadukan ke pengadilan, maka mau tidak mau kami harus menunggu proses pengadilan dahulu, untuk pencairan dana itu. Kami mengerti proses pengadilan Indonesia sangat lama, membutuhkan banyak waktu," tegasnya.
Bank Sentral pernah menggelar mediasi dengan kedua perusahaan yang bersengketa. Sayangnya, upaya perdamaian yang digagas tak dijalankan kedua pihak sehingga BI memutuskan agar Bank Mega membuat escrow account (rekening penampung).
Darmin mengatakan, apapun keputusan pengadilan, kasus perselisihan antara Elnusa dan Bank Mega menjadi pembelajaran bagi semua perusahaan.
Sebelumnya, Elnusa mendesak Bank Mega mencairkan dana deposito perseroan senilai Rp 111 miliar beserta bunga sekitar 6% per tahun, setelah perusahaan kembali memenangkan gugatan perdata tingkat banding di Pengadilan Tinggi Jakarta. Hal itu berdasarkan referensi Salinan Resmi Putusan Perkara Perdata Nomor 237/Pdt/2012/PT.DKI. (Dis/Shd)