Pemerintah mulai serius merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI), salah satunya pada sektor industri minuman beralkohol.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengungkapkan investasi di bidang industri minuman beralkohol bakal tertutup bagi para pendatang baru.
Pemerintah memutuskan investasi di sektor ini masih diperuntukkan bagi pemain-pemain lama di industri tersebut. Ini menyusul revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2010 mengenai DNI.
"Pendatang baru tertutup, jadi buat yang sudah ada saja (pemain lama). Intinya tak diberikan izin untuk masuknya pendatang baru," tegas dia sebelum rapat koordinasi (Rakor) DNI di kantornya, Jakarta, Rabu (6/11/2013).
Artinya, kata Hatta, para pemain lama masih mendapat lampu hijau untuk memproduksi minuman beralkohol tersebut di dalam negeri. Peruntukkannya tentu bagi bisnis perhotelan.
Hatta mengakui, saat ini revisi DNI masih dalam pembahasan di tingkat menteri paska diputuskan pejabat Eselon I.
"Sekarang kami akan mendengarkan (usulan revisi DNI) dari dunia usaha. Jadi semuanya harus didengarkan karena menyangkut kepentingan nasional. Terbuka bagus tapi kepentingan nasional juga harus dijaga," tambah dia.
Terkait keinginan pelaku usaha, Hatta belum bersedia menjelaskan secara lebih rinci apa saja sektor yang bakal dibuka.
"Nanti lah. Yang jelas beberapa hal terkait Undang-undang (UU) yang tidak bisa diapa-apain. Misalnya UU hortikultura, itu kan ketat sekali," pungkas dia.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebelumnya berusaha mengusulkan pelonggaran ketentuan DNI untuk minuman beralkohol. Alasannya, banyak perusahaan yang berminat untuk berinvestasi di sektor tersebut.
"Kami masih mengusulkan minuman keras, agar peraturan DNI mengenai minuman beralkohol bisa dilonggarkan," ujar Menteri Perindustrian MS Hidayat.
Dia memandang, dari sisi bisnis dan devisa, Indonesia sebetulnya bisa memperoleh investasi baru dengan ketentuan industri minuman beralkohol yang lebih longgar.
Keterbatasan pasokan dari produksi dalam negeri, membuat Indonesia senantiasa harus mengimpor minuman tersebut dari luar negeri.
"Impor minuman beralkohol terus meningkat, sehingga bisa memberikan peluang atau kesempatan memperoleh investasi yang baik untuk Indonesia," tandas dia. (Fik/Nur)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengungkapkan investasi di bidang industri minuman beralkohol bakal tertutup bagi para pendatang baru.
Pemerintah memutuskan investasi di sektor ini masih diperuntukkan bagi pemain-pemain lama di industri tersebut. Ini menyusul revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2010 mengenai DNI.
"Pendatang baru tertutup, jadi buat yang sudah ada saja (pemain lama). Intinya tak diberikan izin untuk masuknya pendatang baru," tegas dia sebelum rapat koordinasi (Rakor) DNI di kantornya, Jakarta, Rabu (6/11/2013).
Artinya, kata Hatta, para pemain lama masih mendapat lampu hijau untuk memproduksi minuman beralkohol tersebut di dalam negeri. Peruntukkannya tentu bagi bisnis perhotelan.
Hatta mengakui, saat ini revisi DNI masih dalam pembahasan di tingkat menteri paska diputuskan pejabat Eselon I.
"Sekarang kami akan mendengarkan (usulan revisi DNI) dari dunia usaha. Jadi semuanya harus didengarkan karena menyangkut kepentingan nasional. Terbuka bagus tapi kepentingan nasional juga harus dijaga," tambah dia.
Terkait keinginan pelaku usaha, Hatta belum bersedia menjelaskan secara lebih rinci apa saja sektor yang bakal dibuka.
"Nanti lah. Yang jelas beberapa hal terkait Undang-undang (UU) yang tidak bisa diapa-apain. Misalnya UU hortikultura, itu kan ketat sekali," pungkas dia.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebelumnya berusaha mengusulkan pelonggaran ketentuan DNI untuk minuman beralkohol. Alasannya, banyak perusahaan yang berminat untuk berinvestasi di sektor tersebut.
"Kami masih mengusulkan minuman keras, agar peraturan DNI mengenai minuman beralkohol bisa dilonggarkan," ujar Menteri Perindustrian MS Hidayat.
Dia memandang, dari sisi bisnis dan devisa, Indonesia sebetulnya bisa memperoleh investasi baru dengan ketentuan industri minuman beralkohol yang lebih longgar.
Keterbatasan pasokan dari produksi dalam negeri, membuat Indonesia senantiasa harus mengimpor minuman tersebut dari luar negeri.
"Impor minuman beralkohol terus meningkat, sehingga bisa memberikan peluang atau kesempatan memperoleh investasi yang baik untuk Indonesia," tandas dia. (Fik/Nur)