Sukses

Kenaikan Gaji Pekerja Indonesia Lebih Tinggi dari Malaysia

Kenaikan gaji pegawai di Indonesia lebih tinggi jika tak memperhitungkan laju inflasi.

Bicara soal kenaikkan gaji, para pegawai di Indonesia tampaknya bisa bernafas lega tahun depan. Menurut laporan perusahaan konsultasi global ECA International bertajuk `2013/2014 Salary Trends Survey`, Indonesia menempati urutan ke-5 di Asia sebagai pemberi kenaikan gaji terbesar tahun depan.

Seperti melansir situs resmi ECA International, Kamis (7/11/2013), Indonesia tercatat lebih unggul dalam menaikkan gaji pegawai, mengalahkan Thailand yang berada di peringkat ke-9 dan Malaysia ke-10. Sementara prediksi pemberi kenaikkan upah pekerja tertinggi di seluruh kawasan Asia saat ini digenggam Pakistan.

Meski ECA International belum merilis rincian presentase masing-masing negara, tapi para pekerja di kawasan Asia dipastikan memperoleh kenaikkan gaji terbesar pada 2014. Secara keseluruhan, jumlah kenaikkan gaji para pegawai Asia mencapai 10%, berada di bawah Amerika Latin yang upah pegawainya diprediksi naik 11%.

Namun setelah dipangkas prediksi inflasi dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), kenaikan gaji terbesar akan dinikmati para pegawai dari kawasan Asia termasuk Indonesia. Proyeksi itu muncul mengingat kenaikan gaji pegawai di Asia masih berjumlah 3,2% setelah dilakukan pemangkasan tersebut.

Penyesuaian proyeksi kenaikkan gaji dengan inflasi tersebut justru membuat Indonesia turun peringkat dan hanya menempati urutan ke-12 di Asia. Sementara Malaysia dan Thailand, masing-masing naik ke peringkat 4 dan 7 di kawasan yang sama.

Sekadar informasi, ECA International merupakan perusahaan konsultasi penyedia data dan solusi software untuk membantu perusahaan guna mengelola tugas-tugas bersifat internasional di seluruh dunia. Sementara laporan bertajuk `2013/2014 Salary Trends Survey` yang dirilis ECA International berisi proyeksi kenaikan upah tenaga kerja lokal untuk tahun depan.

Informasi tersebut dikumpulkan dari 316 perusahaan multinasional di 64 negara dan sejumlah kawasan. Dari total perusahaan yang mengikuti survei  112 diantaranya merupakan milik pebisnis asal Hong Kong.(Sis/Shd)