Sukses

Pengusaha Tuding Upah Buruh Disusupi Kepentingan Politik

Pengusaha mengusulkan penentuan upah buruh ditentukan melalui mekanisme bipartit. Apa alasannya?

Meskipun beberapa daerah telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2014, proses pengesahan di daerah lain masih menimbulkan masalah. Kalabngan pengusaha menilai sulitnya kata sepakat penetapan UMP dipicu ketidakpuasan asosiasi buruh yang menilai kenaikan upah tidak sesuai dengan harapan.

Proses penetapan UMP selama ini dilakukan lewat mekanisme tripartit oleh dewan pengupahan yang terdiri dari unsur pengusaha, perwakilan buruh dan unsur pemerintah.

Menanggapi mandeknya pembahasan UMP, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menilai mekanisme tripartit pada dewan pengupahan sangat tidak tepat. Dengan mekanisme tripartit, tidak aneh jika sering terjadi protes dari para buruh soal keputusan UMP yang telah diputuskan.

"Dewan Pengupahan ini seharusnya diatur secara bipartit, bukan dengan tripartit," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Minggu (10/11/2013).

Ade beralasan, dengan mekanisme bipartit, para buruh bisa langsung berunding dengan perusahaan atau pengusaha yang mempekerjakannya manakala ada ketidakpuasan dari gaji yang telah ditetapkan.

"Bila buruh ini merasa upahnya terlalu rendah, ya tinggal lakukan mogok di perusahaannya masing-masing, bukan malah mogok dijalanan, ini yang ada malah mengganggu ketertiban umum," katanya.

Mekanisme tripartit yang berlaku selama ini dituding sarat kepentingan dalam proses penetapan UMP. Bahkan Ade menuding adanya kepentingan politik dalam setiap penetapan upah minimal para buruh.

"Dengan bipartit akan lebih efektif, karena itu negosiasi langsung dengan pengusahanya, tetapi disini kan saya lihat ada kepentingan politik," tandasnya.(Dny/Shd)