Pelaku industri kemasan plastik berkeluh kesah. Hingga kini mereka harus menanggung pembelian bahan baku dengan menggunakan mata uang dolar.
Padahal, penjualan produk mereka yang antara lain ditujukan kepada industri makanan atau minuman masih dibayar dalam bentuk rupiah.
"Yang menjadi masalah kita sebenarnya pembayaran ini menggunakan dolar. Walaupun beli dari lokal juga seperti itu. Ini kendala terbesar kita," ujar Ketua Asosiasi Industri Kemasan Fleksibel Indonesia (Rotokemas) Felix S. Hamidjaja saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Selasa (12/11/2013).
Dia menjelaskan, hal ini sebenarnya sudah berlangsung sejak 1989 lalu. Sebanyak 80% transaksi bahan baku menggunakan dolar. Tak cuma bahan baku impor, pembelian dengan mata uang dolar juga berlaku bagi bahan baku dari lokal.
Menurut Felix, hal ini terjadi karena pada industri hulu yang menyediakan bahan baku bagi industri kemasan seperti Pertamina masih mempergunakan dolar dalam transaksi jual belinya. Hal ini dinilai mempengaruhi industri selanjutnya.
"Kalau Pertamina jual produknya ke pabrik plastik hulu dalam rupiah, makanya semuanya dari hulu ke hilir akan ikut. Pertamina saja masih membayar dalam gas dalam dolar, padahal itu berasal dari bumi Indonesia. Kita bayar dalam dolar dan jual dalam rupiah," tutur dia.
Felix mengaku telah mengeluhkan masalah ini berkali-kali kepada pemerintah, namun hingga saat ini tidak ada tindahkan yang realistis dan solusi yang tepat dari pemerintah. "Sudah bertahun-tahun tetapi tidak didengar. Pemerintah tidak peduli soal hal itu," tandas dia.
Industri kemasan selama ini merupakan produsen produk seperti kemasan plastik. Adapun bahan baku kemasan seperti polipropilena dan polietilena. (Dny/Nur)
Padahal, penjualan produk mereka yang antara lain ditujukan kepada industri makanan atau minuman masih dibayar dalam bentuk rupiah.
"Yang menjadi masalah kita sebenarnya pembayaran ini menggunakan dolar. Walaupun beli dari lokal juga seperti itu. Ini kendala terbesar kita," ujar Ketua Asosiasi Industri Kemasan Fleksibel Indonesia (Rotokemas) Felix S. Hamidjaja saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Selasa (12/11/2013).
Dia menjelaskan, hal ini sebenarnya sudah berlangsung sejak 1989 lalu. Sebanyak 80% transaksi bahan baku menggunakan dolar. Tak cuma bahan baku impor, pembelian dengan mata uang dolar juga berlaku bagi bahan baku dari lokal.
Menurut Felix, hal ini terjadi karena pada industri hulu yang menyediakan bahan baku bagi industri kemasan seperti Pertamina masih mempergunakan dolar dalam transaksi jual belinya. Hal ini dinilai mempengaruhi industri selanjutnya.
"Kalau Pertamina jual produknya ke pabrik plastik hulu dalam rupiah, makanya semuanya dari hulu ke hilir akan ikut. Pertamina saja masih membayar dalam gas dalam dolar, padahal itu berasal dari bumi Indonesia. Kita bayar dalam dolar dan jual dalam rupiah," tutur dia.
Felix mengaku telah mengeluhkan masalah ini berkali-kali kepada pemerintah, namun hingga saat ini tidak ada tindahkan yang realistis dan solusi yang tepat dari pemerintah. "Sudah bertahun-tahun tetapi tidak didengar. Pemerintah tidak peduli soal hal itu," tandas dia.
Industri kemasan selama ini merupakan produsen produk seperti kemasan plastik. Adapun bahan baku kemasan seperti polipropilena dan polietilena. (Dny/Nur)