Sukses

Buka Koneksi Antar Pulau, Merpati Jangan Mati Dulu

Nasib maskapai penerbangan PT Merpati Nusantara Airline (MNA) bagaikan di ujung tanduk.

Nasib maskapai penerbangan, PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) bagaikan di ujung tanduk. Di satu sisi, tumpukan utang senilai Rp 6,7 triliun seperti menutup rapat pintu bagi Merpati untuk kembali bangkit.

Namun di sisi lain, perusahaan pelat merah itu memiliki peluang besar bertumbuh seiring meningkatnya jumlah penumpang pesawat terbang.

Padahal Perusahaan Pengelola Aset (PPA) telah mengusulkan kepada pemerintah supaya Merpati di tutup karena pesimistis tak bisa terselamatkan meskipun melalui konversi utang ke saham.

Berbeda, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menilai penyelamatan Merpati di latarbelakangi potensi industri penerbangan di wilayah Timur Indonesia yang sangat besar. Maklum selama ini, maskapai penerbangan pertama di tanah air tersebut mengandalkan rute perintis di bagian Indonesia Timur.

"Merpati masih punya prospek karena pasarnya ada, load faktor hingga 85%. Industri jasa penerbangan tumbuh, dan kita kekurangan (penerbangan antar wilayah/provinsi melalui Jakarta). Ini peluang yang harus didorong supaya ongkos logistik tidak mahal, dan membuka konektivitas MP3EI," ujar dia di Jakarta, Selasa (12/11/2013) malam.

Hatta mencontohkan, rute penerbangan Banjarmasin-Pontianak atau Jambi-Palembang yang harus melewati Jakarta. Karena tidak ada jadwal penerbangan sehingga mengakibatkan bandara di Jakarta penuh sesak lantaran semua penerbangan domestik.

"Ini strategi yang harus dikembangkan karena pasar, market ada. Jadi kami melihat Merpati masih punya peluang untuk diselamatkan dengan melakukan pendekatan rencana bisnis yang solid dan harus diselesaikan dalam kurun waktu satu bulan," ucap dia.

Sementara itu, menurut Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, pihaknya akan menunggu rencana bisnis yang disusun manajemen Merpati terkait usulan konversi utang menjadi saham.

"Kami minta rencana bisnis yang jelas dari Merpati dan harus didukung serta rekomendasi dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kalau business plan-nya lengkap, kami akan pelajari apakah feasible atau tidak," tambah dia.

Bambang mengaku, rencana restrukturisasi utang dalam bentuk konversi saham tidak mudah diimplementasikan.

"Karena utang tidak jalan kepada lander, tapi bunga tetap berjalan, dan suatu saat kita harus bayar pajak pokok. Dan jika diubah menjadi saham, harus ada kepastian bahwa konversi ini untuk sesuatu hal yang produktif," tandasnya. (Fik/Nrm)