Lima hari setelah Badai Haiyan menyapu sejumlah kota di Filipina para analis mulai menaksir dampak ekonomi dari bencana tersebut. Malapetaka yang datang secara mendadak itu berpotensi menggilas pertumbuhan ekonomi yang tengah subur. Secara keseluruhan, mampukah Filipina mempertahankan laju perekonomiannya?
Seperti dilansir dari The Week, Rabu (13/11/2013), di bawah kepemimpinan Presiden Benigno Aquino III, laju pertumbuhan ekonomi Filipina meningkat pesat. Bahkan Filipina disebut-sebut sebagai `Rising Economic Star` di Asia. Perkembangan itu dimotori industri yang beragam termasuk pabrik elektronik, agrikultur, dan pusat-pusat tenaga kerja.
Sayangnya, hantaman badai Haiyan tak diragukan lagi akan langsung memperlambat laju pertumbuhan ekonomi Filipina. Sejauh ini kerugian yang diderita negara tersebut dapat mencapai US$ 12 miliar hingga Us$ 15 miliar atau sekitar 5% dari produk domestik bruto (PDB).
Sementara itu, Menteri Keuangan Filipina Cesar Purisima mengatakan, kerusakan ekonomi paling parah menimpa wilayah agrikultural yang akan mengurangi 1% pertumbuhan PDB negara pada 2014. Sementara Bank Dunia memprediksi bencana itu akan menurunkan pertumbuhan Filipina hingga 0,8% dari PDB.
"Angka-angka itu tidak penting, saya lebih terenyuh dengan gambaran Filipina saat ini, bukan dengan angka-angkanya," ungkap Purisima.
Sementara itu CEO Capital Economics Daniel Martin mengatakan, bukan hanya PDB Filipina yang berkurang, badai Haiyan juga menyentuh aspek ekonomi lain.
"PDB tidak menutupi seluruh kerusakan aset, tapi juga pengeluaran untuk mengganti kerugian tersebut," ujarnya.
Para analis memprediksi kerusakan ekonomi Filipina akan jauh lebih buruk dari sekarang. Untungnya, Manila yang menyumbang sepertiga PDB negara relatif terhindar dari bencana tersebut.
Filipina juga memiliki utang nasional yang sederhana dengan obligasi yang cukup. Kedua modal tersebut dapat menjadi aset pemerintah untuk mendanai rekonstruksi di sejumlah wilayah.
Optimisme lain untuk membangun kembali Filipina muncul dari kuatnya devisa. Banyak warga negara Filipina yang tinggal di luar negeri mengirim uang pada kerabatnya. Bank Dunia memprediksi 10% pemasukan Filipina berasal dari remitansi yang menyebabkan surplus perdagangan.
Para analis memprediksi adanya lonjakan jumlah remitansi dalam beberapa bulan mendatang. Semua faktor tersebut mungkin sudah cukup untuk menjaga jalur pertumbuhan ekonomi Filipina.
"Bicara soal dampak ekonomi paska bencana di Filipina, meskipun tampak seperti malapetaka besar, tapi secara mendasar hal itu tidak mengubah gambaran kuatnya makro yang membuat ekonomi negara itu mampu unggul seperti sekarang," ungkap seorang ekonom dari Nomura.
Namun ekonom lain mengatakan, kecilnya asuransi yang diterima negara tersebut sekitar 10%-15% dari jumlah kerugian, akan menyulitkan Filipina untuk memulihkan ekonominya. (Sis/Ndw)
Seperti dilansir dari The Week, Rabu (13/11/2013), di bawah kepemimpinan Presiden Benigno Aquino III, laju pertumbuhan ekonomi Filipina meningkat pesat. Bahkan Filipina disebut-sebut sebagai `Rising Economic Star` di Asia. Perkembangan itu dimotori industri yang beragam termasuk pabrik elektronik, agrikultur, dan pusat-pusat tenaga kerja.
Sayangnya, hantaman badai Haiyan tak diragukan lagi akan langsung memperlambat laju pertumbuhan ekonomi Filipina. Sejauh ini kerugian yang diderita negara tersebut dapat mencapai US$ 12 miliar hingga Us$ 15 miliar atau sekitar 5% dari produk domestik bruto (PDB).
Sementara itu, Menteri Keuangan Filipina Cesar Purisima mengatakan, kerusakan ekonomi paling parah menimpa wilayah agrikultural yang akan mengurangi 1% pertumbuhan PDB negara pada 2014. Sementara Bank Dunia memprediksi bencana itu akan menurunkan pertumbuhan Filipina hingga 0,8% dari PDB.
"Angka-angka itu tidak penting, saya lebih terenyuh dengan gambaran Filipina saat ini, bukan dengan angka-angkanya," ungkap Purisima.
Sementara itu CEO Capital Economics Daniel Martin mengatakan, bukan hanya PDB Filipina yang berkurang, badai Haiyan juga menyentuh aspek ekonomi lain.
"PDB tidak menutupi seluruh kerusakan aset, tapi juga pengeluaran untuk mengganti kerugian tersebut," ujarnya.
Para analis memprediksi kerusakan ekonomi Filipina akan jauh lebih buruk dari sekarang. Untungnya, Manila yang menyumbang sepertiga PDB negara relatif terhindar dari bencana tersebut.
Filipina juga memiliki utang nasional yang sederhana dengan obligasi yang cukup. Kedua modal tersebut dapat menjadi aset pemerintah untuk mendanai rekonstruksi di sejumlah wilayah.
Optimisme lain untuk membangun kembali Filipina muncul dari kuatnya devisa. Banyak warga negara Filipina yang tinggal di luar negeri mengirim uang pada kerabatnya. Bank Dunia memprediksi 10% pemasukan Filipina berasal dari remitansi yang menyebabkan surplus perdagangan.
Para analis memprediksi adanya lonjakan jumlah remitansi dalam beberapa bulan mendatang. Semua faktor tersebut mungkin sudah cukup untuk menjaga jalur pertumbuhan ekonomi Filipina.
"Bicara soal dampak ekonomi paska bencana di Filipina, meskipun tampak seperti malapetaka besar, tapi secara mendasar hal itu tidak mengubah gambaran kuatnya makro yang membuat ekonomi negara itu mampu unggul seperti sekarang," ungkap seorang ekonom dari Nomura.
Namun ekonom lain mengatakan, kecilnya asuransi yang diterima negara tersebut sekitar 10%-15% dari jumlah kerugian, akan menyulitkan Filipina untuk memulihkan ekonominya. (Sis/Ndw)