Bank Indonesia (BI) menyatakan penyebab pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) karena memburuknya neraca pembayaran Indonesia.
Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo menyatakan, buruknya neraca pembayaran disebabkan karena faktor defisit transaksi berjalan maupun pengurangan stimulus moneter (tapering) dari Bank Sentral AS
"Kalau pergerakan rupiah kan panjang, itu dilihat dari faktor fundamental, teknikal, global, dan regional. Jadi tidak bisa menghubungkan terjadinya rupiah hari ini dengan hanya seperti itu (impor migas)," kata Ferry di Jakarta, seperti ditulis Jumat (15/11/2013).
Gubernur BI, Agus Martowardojo menambahkan, defisit neraca transaksi berjalan yang sudah masuk kuartal IX serta isu tapering off menyeret keadaan gejolak di pasar keuangan domestik sehingga menyumbang pemburukan pada postur neraca pembayaran.
"Tren nilai tukar rupiah melemah sejak pemburukan neraca pembayaran. Ditambah peningkatan inflasi akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Berbagai kondisi ini akhirnya menurunkan laju pertumbuhan ekonomi," paparnya.
Penundaan tapering off, menurut Agus, mampu mengimbangi pelemahan kurs rupiah. Namun Indonesia tetap harus melakukan persiapan jika stimulus moneter tersebut ditarik kembali dari negara-negara berkembang.
"Asumsi kami kan tapering off dilakukan mulai September, lalu mundur ke Desember 2013 dan perkiraan kami malah Maret 2014. Tapering off bukan sepenuhnya menghentikan stimulus, masih gerojokin uang. Nilainya tidak langsung ditarik US$ 85 miliar per hari, tapi mungkin US$ 70 miliar-US$ 75 miliar per hari," saut Perry.
Meski begitu, dia bilang, BI telah mengantisipasi kondisi tersebut sejak Mei 2013 dengan bauran kebijakan. "Soal cukup atau tidak (kebijakannya) kami tidak bisa mengatakan itu karena harus dievaluasi dan menjadi bahan rutin dalam rapat Dewan Gubernur," pungkasnya.(Fik/Ndw)
Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo menyatakan, buruknya neraca pembayaran disebabkan karena faktor defisit transaksi berjalan maupun pengurangan stimulus moneter (tapering) dari Bank Sentral AS
"Kalau pergerakan rupiah kan panjang, itu dilihat dari faktor fundamental, teknikal, global, dan regional. Jadi tidak bisa menghubungkan terjadinya rupiah hari ini dengan hanya seperti itu (impor migas)," kata Ferry di Jakarta, seperti ditulis Jumat (15/11/2013).
Gubernur BI, Agus Martowardojo menambahkan, defisit neraca transaksi berjalan yang sudah masuk kuartal IX serta isu tapering off menyeret keadaan gejolak di pasar keuangan domestik sehingga menyumbang pemburukan pada postur neraca pembayaran.
"Tren nilai tukar rupiah melemah sejak pemburukan neraca pembayaran. Ditambah peningkatan inflasi akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Berbagai kondisi ini akhirnya menurunkan laju pertumbuhan ekonomi," paparnya.
Penundaan tapering off, menurut Agus, mampu mengimbangi pelemahan kurs rupiah. Namun Indonesia tetap harus melakukan persiapan jika stimulus moneter tersebut ditarik kembali dari negara-negara berkembang.
"Asumsi kami kan tapering off dilakukan mulai September, lalu mundur ke Desember 2013 dan perkiraan kami malah Maret 2014. Tapering off bukan sepenuhnya menghentikan stimulus, masih gerojokin uang. Nilainya tidak langsung ditarik US$ 85 miliar per hari, tapi mungkin US$ 70 miliar-US$ 75 miliar per hari," saut Perry.
Meski begitu, dia bilang, BI telah mengantisipasi kondisi tersebut sejak Mei 2013 dengan bauran kebijakan. "Soal cukup atau tidak (kebijakannya) kami tidak bisa mengatakan itu karena harus dievaluasi dan menjadi bahan rutin dalam rapat Dewan Gubernur," pungkasnya.(Fik/Ndw)