Para pedagang alat makan dari plastik dan melamin enggan dipersalahkan dengan banyaknya temuan peralatan yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Selama ini para pedagang berani menjual karena sudah ada jaminan dari produsen.
Tedi (52), salah satu pedagang peralatan makan di kawasan Pertokoan Pasar Mitra, Jembatan Lima, Jakarta Barat mengatakan, dirinya sendiri tidak tahu kalau barang yang dijualnya tidak sesuai SNI. Alasannya, pihak produsen telah meyakinkannya bahwa barang-barang tersebut telah bersertifikat SNI.
"Kami tidak tahu, tetapi dari kami sudah minta harus ada surat-surat SNI-nya, dan pabriknya mengeluarkan sertifikasi, jangka waktunya juga baru habis 2017," ujarnya di Jakarta, Rabu (20/11/2013).
Ketidaktahuan soal SNI juga diutarakan oleh Mely (40), salah satu pedagang peralatan makan di kawasan yang sama. Menurutnya, produsen peralatan sudah menjamin bahwa barang-barang yang dipasoknya merupakan barang ber-SNI. Lewat jaminan itu, para pedagang mengaku tidak curiga terhadap barang tersebut.
"Dari produsen sudah ada jaminan kalau ini SNI, aktenya ada, surat dari pemerintahnya juga ada. Kalau memang peraturannya sudah berubah ya kita kan tidak tahu," tuturnya.
Mely mengaku keberatan bila barang-barang yang dijual tersebut harus disita karena kesalahan ada di pihak produsen. "Kami keberatan, kami kan pedagang kecil, kami bisa rugi banget. Jadi dari pada disita, mending saya kembalikan ke pabrik, kalau mau disita, ya sita saja nanti di pabriknya, jangan ke kami," keluhnya.
Selama ini, Mely mengaku hanya berusaha menjual barang-barang yang memang banyak diminati oleh masyarakat. Dirinya sama sekali tidak bermaksud melanggar aturan SNI.
"Minat masyarakat juga tinggi terhadap barang ini karena harganya yang murah, tetapi saat ini ada imbas dari kenaikan BBM sampai kenaikan upah kemarin, makanya kejadian seperti ini semakin memberatkan," tandasnya. (Dny/Shd)
Tedi (52), salah satu pedagang peralatan makan di kawasan Pertokoan Pasar Mitra, Jembatan Lima, Jakarta Barat mengatakan, dirinya sendiri tidak tahu kalau barang yang dijualnya tidak sesuai SNI. Alasannya, pihak produsen telah meyakinkannya bahwa barang-barang tersebut telah bersertifikat SNI.
"Kami tidak tahu, tetapi dari kami sudah minta harus ada surat-surat SNI-nya, dan pabriknya mengeluarkan sertifikasi, jangka waktunya juga baru habis 2017," ujarnya di Jakarta, Rabu (20/11/2013).
Ketidaktahuan soal SNI juga diutarakan oleh Mely (40), salah satu pedagang peralatan makan di kawasan yang sama. Menurutnya, produsen peralatan sudah menjamin bahwa barang-barang yang dipasoknya merupakan barang ber-SNI. Lewat jaminan itu, para pedagang mengaku tidak curiga terhadap barang tersebut.
"Dari produsen sudah ada jaminan kalau ini SNI, aktenya ada, surat dari pemerintahnya juga ada. Kalau memang peraturannya sudah berubah ya kita kan tidak tahu," tuturnya.
Mely mengaku keberatan bila barang-barang yang dijual tersebut harus disita karena kesalahan ada di pihak produsen. "Kami keberatan, kami kan pedagang kecil, kami bisa rugi banget. Jadi dari pada disita, mending saya kembalikan ke pabrik, kalau mau disita, ya sita saja nanti di pabriknya, jangan ke kami," keluhnya.
Selama ini, Mely mengaku hanya berusaha menjual barang-barang yang memang banyak diminati oleh masyarakat. Dirinya sama sekali tidak bermaksud melanggar aturan SNI.
"Minat masyarakat juga tinggi terhadap barang ini karena harganya yang murah, tetapi saat ini ada imbas dari kenaikan BBM sampai kenaikan upah kemarin, makanya kejadian seperti ini semakin memberatkan," tandasnya. (Dny/Shd)