Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Firmanzah memastikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan sangat berhati-hati dalam memutuskan sikap Indonesia terhadap desakan meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Kajian mendalam dilakukan mengingat adanya dilema yang harus dihadapi dari pemberlakukan FCTC.
Dilema yang dihadapi FCTC disatu sisi menyangkut pengendalian tembakau terkait persoalan kesehatan masyarakat. Di sisi lain, industri tembakau ialah tempat bergantungnya jutaan orang masyarakat petani.
"Pemerintah menjadi ada di dua kaki. Harus mempertimbangkan aspek kesehatan, selain itu juga perlu mempertimbangkan nasib petani,” ujar Firmanzah, Minggu (24/11/2013).
Firmanzah mengakui dirinya belum bisa menjelaskan posisi Presiden dalam persoalan ratifikasi konvensi pengendalian tembakau yang dibesut WTO itu.
Pemerintah, lanjutnya harus mempertimbangkan lebih dalam soal ratifikasi ini mengingat kemungkinan adanya dampak pada nasib para petani tembakau.
Terkait, adanya surat keberatan serikat petani tembakau ke Istana yang meminta presiden tidak mendukung ratifikasi, Firmanzah memastikan akan ditanggapi presiden. "Saya belum lihat ke sekretriat negara untuk mengetahui isinya, tapi kalau sudah masuk tentua akan dibahas,” ujarnya.
Pembahasan FCTC, lanjutnya, nantinya akan melibatkan kementerian kesehatan dan kementerian terkait lainnya seperti kementerian perdagangan dan lainnya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengakui belum mendiskuisikan usulan ratifikasi FCTC dengan Kementerian Kesehatan. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan persoalan FCTC harus dibahas dari berbagai segi karena tidak hanya berkaitan dengan kesehatan tetapi juga perdagangan.
Kemendah sendiri mengaku sudah mengirimkan surat kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait kebijakan tersebut. Gita berharap agar kebijakan ini dikoordinasikan kembali supaya tidak berdampak buruk bagi mitra dagang dan juga investor.
"Semua pihak harus koordinasi dan paham secara utuh serta konsekuensi yang akan timbul jika ratifikasi FCTC diterapkan. Mulai dampak terhadap pekerja hingga petani," jelasnya.(Shd)
Dilema yang dihadapi FCTC disatu sisi menyangkut pengendalian tembakau terkait persoalan kesehatan masyarakat. Di sisi lain, industri tembakau ialah tempat bergantungnya jutaan orang masyarakat petani.
"Pemerintah menjadi ada di dua kaki. Harus mempertimbangkan aspek kesehatan, selain itu juga perlu mempertimbangkan nasib petani,” ujar Firmanzah, Minggu (24/11/2013).
Firmanzah mengakui dirinya belum bisa menjelaskan posisi Presiden dalam persoalan ratifikasi konvensi pengendalian tembakau yang dibesut WTO itu.
Pemerintah, lanjutnya harus mempertimbangkan lebih dalam soal ratifikasi ini mengingat kemungkinan adanya dampak pada nasib para petani tembakau.
Terkait, adanya surat keberatan serikat petani tembakau ke Istana yang meminta presiden tidak mendukung ratifikasi, Firmanzah memastikan akan ditanggapi presiden. "Saya belum lihat ke sekretriat negara untuk mengetahui isinya, tapi kalau sudah masuk tentua akan dibahas,” ujarnya.
Pembahasan FCTC, lanjutnya, nantinya akan melibatkan kementerian kesehatan dan kementerian terkait lainnya seperti kementerian perdagangan dan lainnya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengakui belum mendiskuisikan usulan ratifikasi FCTC dengan Kementerian Kesehatan. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan persoalan FCTC harus dibahas dari berbagai segi karena tidak hanya berkaitan dengan kesehatan tetapi juga perdagangan.
Kemendah sendiri mengaku sudah mengirimkan surat kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait kebijakan tersebut. Gita berharap agar kebijakan ini dikoordinasikan kembali supaya tidak berdampak buruk bagi mitra dagang dan juga investor.
"Semua pihak harus koordinasi dan paham secara utuh serta konsekuensi yang akan timbul jika ratifikasi FCTC diterapkan. Mulai dampak terhadap pekerja hingga petani," jelasnya.(Shd)