Sukses

Karen Agustiawan Ingin Pertamina Seperti Temasek

Karen Agustiiawan menilai tak apa Pertamina punya bisnis di luar bisnis intinya, seperti Temasek yang justru berhasil dengan sukses.

Di era kepemimpinan Karen Agustiawan, PT Pertamina (Persero) mencatat sejumlah prestasi penting. Mulai dari pencatatan laba tertinggi, masuk dalam Fortune 500 dan tercatat dalam daftar wanita berpengaruh di dunia.

Karen menilai tak apa Pertamina punya bisnis di luar bisnis intinya, karena semua itu saling melengkapi dan terkait. Maka itu ia ingin Pertamina menjadi seperti Temasek (BUMN terbesar di Singapura) yang menguasai bisnis inti dan non inti dengan sukses.

Seperti apa mimpi-mimpi dan target-target Pertamina di bawah kepemimpinan Karen? Berikut wawancara khusus Liputan6.com dengan Karen Agustiawan di Manokawari, Papua seperti ditulis Selasa (26/11/2013):

Setelah Pertamina menempati posisi 122 dalam daftar perusahaan global terbaik dalam Fortune 500, apa target selanjutnya?

Dulu kami menargetkan bisa masuk Fortune 500 itu pada 2025. Tapi ternyata tahun ini, Pertamina sudah bisa masuk ke 122, sekarang target kami Pertamina bisa masuk 100 besar. Inikan ada beberapa bisnis upstream yang memang harus makin digenjot.

Saya memang sudah menyampaikan kalau yang proyek petrochemical bareng perusahaan Thailand ini terealisasi, kemudian proyek pembangkit listrik jalan, lalu kalau misalnya kami masuk Blok Mahakam dan blok migas lain yang sudah mau habis masa kontraknya, saya rasa masuk 100 besar Fortune 500 merupakan target yang mudah dicapai.

Untuk masuk peringkat 100 besar, berapa produksi migas Pertamina?

Itu sekitar 2,2 juta barel setara minyak per hari (boepd), kalau sekarang itu kan baru sekitar 440 ribu boepd. Kami akan tingkatkan produksi dari aksi akuisisi blok migas di luar negeri dan mengambilalih blok migas di Tanah Air yang kontraknya sudah habis.

Blok mana saja yang diincar Pertamina?

Blok Siak, Blok Makaham, ada banyak. Ada juga Blok Rokan.

Dari target 2,2 juta boepd, produksi dari lapangan minyak hasil akuisisi berapa?

Sekarang ini kan masih kebalik, 70% dari bisnis di Indonesia dan sisanya 30% dari akuisisi. Kalau perusahaan besar itu sekitar 50:50, bahkan 60% dari akuisisi sisanya dari dalam negeri.

Kalau perusahaan mau besar itu ekspansinya dilihat. Mereka lihat lapangan minyak itu layak atau tidak dioperasikan. Dilihat berapa cost per barelnya, misalnya kalau yang di negara lain US$ 5-US$ 6 per barel, di dalam negeri US$ 50 per barel, itu akan jadi pertimbangan mereka.

Saat melakukan akuisisi suatu blok migas, apa yang jadi pertimbangan Pertamina agar tidak salah langkah?

Kalau kami akuisisi suatu lapangan minyak, sama seperti perusahaan minyak lain itu seperti judi. Secanggih-canggihnya itu bisa saja meleset. Tingkat keberhasilannya 50:50, tapi semua risiko harus dimitigasi di awal.

Jika semua risiko sudah diprediksi namun ternyata meleset, setidaknya kami sudah melakukannya secara maksimal. Perusahaan sebesar sekelas Exxon saja pernah dryhole (kering) waktu ngebor di Surumana.

Jadi tidak bisa bilang Pertamina gagal, karena di tempat lain yang sukses juga banyak. kalau Kita tidak boleh gagal, kita tidak akan jadi perusahaan besar.

Hanya untuk meminimalisir kegagalan, kami kalau ingin mengakuisisi lapangan minyak itu selalu didampingi konsultan. Jadi kami tidak bekerja sendiri Untuk akuisisi yang jelas, setiap peluang yang ada akan kami evaluasi, kami lihat. Kami tidak akan melewatkan peluang manapun.

Khusus untuk Blok Mahakam, kelihatnya Pertamina sangat ngotot ingin mengambil alih. Seberapa penting Mahakam buat Pertamina?

Saya pikir sangat penting, ini sudah PSC (Production Sharing Contract/kontrak kerja sama produksi) yang sudah mau expired. Lagipula operatornya kan sudah lama di situ. Masa sih anak-anak Indonesia tidak bisa kelola Blok Mahakam. Toh di Mahakam, pekerja asingnya cuma sembilan orang.

Kalau Pertamina bisa ambilalih dan kelola Blok West Madura Offshore dan Offshore North West Java (ONWJ), maka Pertamina harus naik kelas terus. Jika kita bisa diberi kesempatan seperti perusahaan nasional di negara lain naik kelas, kan siapa tahu Pertamina bisa jadi perusahaan besar.

Setelah di posisi 122, khusus untuk tahun depan targetnya ada di posisi berapa?

Kalau misalnya Blok di Irak dan Aljazair jalan, lalu kita ada beberapa lagi, kemudian Blok Cepu produksinya maksimum maka total produksi Pertamina bisa naik jadi 550 ribu boepd. Peringkat (Fortune 500-red) bisa naik lagi, tapi tidak banyak.

Yang jelas saya nunggu semuanya expired masuk dan tidak berhenti mengakuisisi lapangan-lapangan minyak. Lalu petrochemical jalan, semua proyek gas jalan, pipa jalan, SPBG jalan lalu panas bumi dan proyek pembangkit listrik jalan.

Jika semua berjalan tepat waktu, kami bisa masuk 100 besar sebelum 2025. Kami harus terus berlomba karena perusahaan lain juga terus berbenah seperti PTT Thailand dan Petronas yang sudah duluan masuk Fortune 500.

Dalam benak Anda, Pertamina ke depan akan seperti apa?

Saya tuh melihat Pertamina ke depan, saya ingin Pertamina seperti Temasek yang menjadi holding (induk) semua BUMN. Saya ingin seperti itu, ada bisnis core (inti) dan non core tapi yang non core mendukung core.

Apa tidak repot mengurus banyak anak usaha dan cucu usaha?

Semua anak dan cucu usaha sudah kami lihat dan sudah dievaluasi. Kami juga sudah melakukan restrukturisasi. Kami menimbang-nimbang ternyata memang dibutuhkan. Waktu anak usaha itu dibentuk pasti ada alasannya.

Seperti sekarang lubricant, kami bikin perusahaan sendiri karena dia harus bersaing dengan bisnis sejenis, dan tidak mungkin dia bis akompetitif kalau masih menginduk ke korporat.

Target bisa seperti Temasek kapan?

Ya itu pada 2025.

Menjelang Pemilu, apa yang Anda akan lakukan agar Pertamina bebas dari gempuran parpol?

Harus banyak tawakal sama tahajud. Insya Allah selamat. Kami juga kan ada komisaris yang selalu monitor. Itu saja yang bisa dijaga.

Dalam memimpin, Anda kan memiliki banyak karyawan bagaimana Anda memanage-nya?

Sebetulnya saya itu kan kalau dilihat dari tugas  dan wenenang saya itu hanya dari direksi, dan tiga leher yaitu satuan pengawas internal, hukum dan Sekertaris Perusahaan yang lapor ke saya. Komunikasinya harus berjalan bagus dengan mereka.

Ini sebetulnya untuk latihan jadi perusahaan besar juga. Walalupun karyawan banyak, saya tidak perlu pantau satu-satu, dikasih kepercayaan dan otoritas. Mereka boleh putuskan, misalnya Pak Hanung (Direktur Pemasaran dan Niaga) dia boleh putuskan sesuatu di direktoratnya, tidak semua harus saya yang putuskan.

Menurut Anda, apa tantangan terberat menjadi Dirut Pertamina?

Kalau saya lihat eksternal, terutama terkait kita sudah punya project timeline, tiba-tiba di tengah-tengah karena ada satu dan lain hal, misalnya pemerintah daerah tidak setuju, lalu harus diulang lagi semua prosesnya. Itu sebetulnya cost of money dan kesempatan yang ada bisa diambil yang lain.

Keinginan saya semua itu satu pintu. Kalau sekarang ini kan terlalu banyak jadi bikin tidak efisien. Orang-orang kita yang harusnya lakukan hal-hal yang teknis sekarang jadi urusin yang tidak produktif dan non core.

Kalau Anda melihat dukungan pemerintah ke Pertamina seperti apa?

Pemerintah ke Pertamina ini, kalau misalnya rugi boleh Pertamina, kalau Pertamina mau ekspansi jangan dulu Semua yang last resource dikasih ke Pertamina, yang rugi-rugi dikasih ke Pertamina. Kalau yang bagus tahan dulu. Tapi in time, masyarakat Indonesia akan mulai menyadari ini.

Kita sampaikan rugi terus jualan elpiji, tapi tidak pernah dikompensansi lewat dividen atau pemberian aset migas yang kontraknya berakhir. Kami akan bicara terus seperti ini, lama-lama masyarakat akan tahu.

Sebagian besar untung Pertamina kan dari bisnis hulu, bagaimana Anda melihat bisnis hilir?

Sebetulnya hilir bisa tidak merugi kalau alphanya benar. Sebenarnya kami sebagai BUMN itu tidak boleh rugi dalam jalankan PSO. Kaya elpiji itu dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah bilang ini harus naik. Ini kami sampaikan ke pemerintah, tapi karena inflasi seperti ini, kami tahan dulu. Tapi saya harapkan tahun depan sudah bisa naik harga elpiji.

Jadi sebenarnya hilir itu bukan bisnis merugi, tapi dibuat rugi. Kalau untung ya bisa untung asal kami diperlakukan fair. Misalnya biaya pengolahan di kilang kami yang sudah tua dihitung secara fair.

Rencananya untuk harga elpiji akan dinaikkan jadi berapa?

Kalau saya maunya naiknya full price. Kan sudah ada elpiji 3 kg yang disubdi pemerintah untuk masyarakat yang tidak mampu.

Indonesia ini kan sekarang negara importir minyak, sementara harga energi di Indonesia dijual dengan harga murah karena ada subsidi. Bagaimana tanggapan Anda?

Sebenarnya sudah tidak layak kalau semuanya disubsidi. Saya mau berikan subsidi untuk sepeda motor asal pertumbuhannya dibatasi, transportasi umum dan pelayanan. Saya ingin distribusi tertutup seperti itu tapi transportasi umumnya belum memadai.

Itu baru bisa diterapkan jika monorel dan Mass Rapid Transit (MRT) sudah jalan. Tapi mungkin saat itu orang malah pilih naik angkutan umum karena nanti semua mobil pribadi wajib pakai pertamax.

Apa sih modal Pertamina untuk menjadi perusahaan kelas dunia?

Modal utama Pertamina punya Sumber Daya Manusia (SDM) yang sudah lama. Orang ahli di bidang energi, distribusi dan kilang semuanya ada di Pertamina. Itu modal, hanya tinggal kita akan berkolaborasi dengan siapa agar bisa lebih maju lagi. Ditambah harus ada kesempatan untuk maju. Ini kalau ada kesempatan tidak dikasih tidak dikasih, bagaimana bisa maju.

Perusahaan minyak di Indonesia kan tidak hanya Pertamina, ada banyak perusahaan asing. Bagaimana Anda menarik lulusan sarjana agar melirik Pertamina?

Saya pernah di perusahaan asing juga. Ada suatu titik di mana kerja di perusahaan asing, akan menemui dalam karir itu stop. Karena di perusahaan asing pada level tertentu tidak bisa orang Indonesia.

Bagi orang yang ingin terus berkarir di perminyakan itu pasti mentok. Middle management akhirnya mereka lari ke Pertamina karena tidak melihat karirnya akan naik. Di Pertamina itu jenjang karirnya luas, mulai dari karyawan jadi Dirut dan Komisaris itu ada peluang.

Melihat karir Anda yang cemerlang, sebenarnya siapa tokoh idola Anda?

Saya tidak pernah lepas dari sosok ayah saya. Beliau adalah orang yang serba bisa. Sebagai pemimpin, kepala rumah tangga, ada semua di beliau.

Sebenarnya apa cita-cita Anda?

Sebetulnya saya ingin jadi arsitek tapi tidak kesampaian.

Momen apa yang bisa bikin Anda menangis?

Melihat anak kecil yang tidak ada kesempatan hidup seperti yang lain. Seperti melihat anak Papua. Saya merasa tidak adil, saya bandingkan mereka dengan anak-anak Jawa, bahkan dengan anak saya sendiri. Kalau ingat itu saya merasa sedih. (Ndw/Igw)

Video Terkini