India didaulat sebagai negara tujuan investasi paling menarik di dunia setelah berhasil menggeser China. Hebatnya, dalam beberapa waktu terakhir, India masih terus bergelut dengan berbagai tantangan ekonomi internal yang dihadapinya.
"Proyeksi investor untuk India masih positif, meskipun sebelumnya negara tersebut bergelut menghadapi dengan berbagai tantangan ekonomi di negaranya," ungkap pimpinan bagian Transaction Advisory Services di EY, Amit Khandelwal, seperti dikutip dari CNBC, Selasa (26/11/2013).
Pringkat negara tujuan investasi global itu dirilis dalam survei ke-9 yang diselenggarakan perusahaan jasa profesional global, Ernst & Young (EY). Dalam survei yang melibatkan 1.600 pejabat dari 70 negara berbeda itu, India merupakan negara favorit banyak perusahaan asing untuk berinvestasi.
Padahal dalam laporan bertajuk `Capital Confidence Barometer` sebelumnya, China lah yang diprediksi bakal menempati peringkat pertama di urutan tersebut. Faktanya, dari laporan survei yang dilakukan sebanyak dua tahun sekali itu, Brasil menempati posisi kedua dan China harus puas dengan peringkat tiga. Di posisi ke-4 dan ke-5, masing-masing diisi Kanada dan Amerika Serikat (AS).
Di waktu yang sama, peningkatan kondisi ekonomi dunia telah membantu mendorong rasa percaya diri para pembuat keputusan bisnis. Situasi tersebut mendorong para investor untuk bertindak berani menghadapi kemungkinan penarikan dana stimulus Bank Sentral AS (The Fed) dalam waktu dekat.
Sepanjang tahun, India telah meningkatkan berbagai upaya guna menarik modal asing. Pemerintah India juga berupaya mengurangi beberapa investasi asing langsung (FDI) di beberapa industri termasuk telekomunikasi, ritel tunggal dan sektor migas.
Selain itu, dengan tekanan makroekonomi dan tumpukan utang yang besar, beberapa perusahaan India sedang berupaya untuk melakukan divestasi bisnis di sejumlah sektor di luar prioritas negaranya. Kondisi itu menciptakan peluang besar bagi investor asing untuk berperan lebih besar di pasar India.
EY dalam laporannya mengungkapkan, sektor yang paling dihindari India untuk menerima investasi asing adalah otomotif, teknologi, dan produk konsumen.
Sementara itu, para eksekutif global menjadi lebih optimis terkait rencana kesepakatan yang ditopang pertumbuhan kepercayaan pada ekonomi global. Rencana akuisisinya di India naik menjadi 35% dari 25% tahun lalu.
"Sentimen-sentimen M&A (merger dan akuisisi) yang didorong banyaknya pandangan positif mengenai fundamental kesepakatan menunjukkan peningkatan luar biasa baik dari segi kuantitas maupun kualitas peluang akuisisi. Selain itu, sudah terlihat peningkatan signifikan suksesnya kesepakatan bisnis yang dibuat," jelas wakil pimpinan global Transaction Advisory Services di EY Pip McCrostie.
Mengutip laporan EY tersebut, pengusaha yang menyatakan niatnya untuk terlibat dalam perjanjian bisnis (dengan jumlah investasi antara US$ 501 juta hingga US$ 1 miliar) meningkat lebih dari dua kali lipat dalam enam bulan terakhir.
Sementara para pengusaha yang fokus pada transaksi yang lebih kecil, di bawah US$ 51 juta, anjlok hingga 27%. Tahun lalu, jumlahnya hampir mencapai 38% dengan tujuan memperoleh keuntungan yang lebih besar. (Sis/Ndw)
"Proyeksi investor untuk India masih positif, meskipun sebelumnya negara tersebut bergelut menghadapi dengan berbagai tantangan ekonomi di negaranya," ungkap pimpinan bagian Transaction Advisory Services di EY, Amit Khandelwal, seperti dikutip dari CNBC, Selasa (26/11/2013).
Pringkat negara tujuan investasi global itu dirilis dalam survei ke-9 yang diselenggarakan perusahaan jasa profesional global, Ernst & Young (EY). Dalam survei yang melibatkan 1.600 pejabat dari 70 negara berbeda itu, India merupakan negara favorit banyak perusahaan asing untuk berinvestasi.
Padahal dalam laporan bertajuk `Capital Confidence Barometer` sebelumnya, China lah yang diprediksi bakal menempati peringkat pertama di urutan tersebut. Faktanya, dari laporan survei yang dilakukan sebanyak dua tahun sekali itu, Brasil menempati posisi kedua dan China harus puas dengan peringkat tiga. Di posisi ke-4 dan ke-5, masing-masing diisi Kanada dan Amerika Serikat (AS).
Di waktu yang sama, peningkatan kondisi ekonomi dunia telah membantu mendorong rasa percaya diri para pembuat keputusan bisnis. Situasi tersebut mendorong para investor untuk bertindak berani menghadapi kemungkinan penarikan dana stimulus Bank Sentral AS (The Fed) dalam waktu dekat.
Sepanjang tahun, India telah meningkatkan berbagai upaya guna menarik modal asing. Pemerintah India juga berupaya mengurangi beberapa investasi asing langsung (FDI) di beberapa industri termasuk telekomunikasi, ritel tunggal dan sektor migas.
Selain itu, dengan tekanan makroekonomi dan tumpukan utang yang besar, beberapa perusahaan India sedang berupaya untuk melakukan divestasi bisnis di sejumlah sektor di luar prioritas negaranya. Kondisi itu menciptakan peluang besar bagi investor asing untuk berperan lebih besar di pasar India.
EY dalam laporannya mengungkapkan, sektor yang paling dihindari India untuk menerima investasi asing adalah otomotif, teknologi, dan produk konsumen.
Sementara itu, para eksekutif global menjadi lebih optimis terkait rencana kesepakatan yang ditopang pertumbuhan kepercayaan pada ekonomi global. Rencana akuisisinya di India naik menjadi 35% dari 25% tahun lalu.
"Sentimen-sentimen M&A (merger dan akuisisi) yang didorong banyaknya pandangan positif mengenai fundamental kesepakatan menunjukkan peningkatan luar biasa baik dari segi kuantitas maupun kualitas peluang akuisisi. Selain itu, sudah terlihat peningkatan signifikan suksesnya kesepakatan bisnis yang dibuat," jelas wakil pimpinan global Transaction Advisory Services di EY Pip McCrostie.
Mengutip laporan EY tersebut, pengusaha yang menyatakan niatnya untuk terlibat dalam perjanjian bisnis (dengan jumlah investasi antara US$ 501 juta hingga US$ 1 miliar) meningkat lebih dari dua kali lipat dalam enam bulan terakhir.
Sementara para pengusaha yang fokus pada transaksi yang lebih kecil, di bawah US$ 51 juta, anjlok hingga 27%. Tahun lalu, jumlahnya hampir mencapai 38% dengan tujuan memperoleh keuntungan yang lebih besar. (Sis/Ndw)