Bank Indonesia (BI) nampaknya terus menenangkan pasar dalam situasi pelemahan nilai tukar rupiah. Meski sudah menembus Rp 11.800 per dolar AS atau terparah sepanjang tahun ini, Bank Sentral belum akan mengeluarkan kebijakan baru untuk menstabilkan kurs rupiah.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengaku, rupiah saat ini dalam kondisi yang mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. "BI sangat memahami pelemahan rupiah karena ada faktor eksternal yang berisiko terhadap nilai tukar rupiah (risk on dan risk off). Tapi rupiah ada di tingkat fundamental ekonomi kita," ujarnya di Jakarta, Rabu (27/11/2013).
Agus menilai, penarikan likuiditas dari Bank Sentral AS (The Fed) tidak akan terjadi pada Desember, tapi kemungkinan di kuartal I 2014 mengingat ada kebijakan dari pemerintah Brazil yang menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin dan laporan data retail di AS yang lebih buruk dari yang diharapkan.
"Di dalam negeri ada pengaruh permintaan menjelang akhir bulan untuk repatriasi keuntungan, pembayaran utang dan bunga meskipun jumlah pembayaran utang di November lebih tinggi dari Oktober ini, tapi kebutuhan dolar pihak swasta sudah mereka beli," jelasnya.
Agus berpesan, supaya pasar tidak mengkhawatirkan kondisi pelemahan rupiah supaya Indonesia semakin ramping dengan menyesuaikan tingkat suku bunga belum lama ini.
"Ini tetap mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia, mohon jangan kuatir. Tapi Indonesia saat ini sudah semakin ramping dan siap secara tingkat bunga karena sudah disesuaikan. Defisit transaksi berjalan sekitar 3,8% dari PDB juga kita katakan oke," tandas dia. (Fik/Ndw)
Gubernur BI Agus Martowardojo mengaku, rupiah saat ini dalam kondisi yang mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. "BI sangat memahami pelemahan rupiah karena ada faktor eksternal yang berisiko terhadap nilai tukar rupiah (risk on dan risk off). Tapi rupiah ada di tingkat fundamental ekonomi kita," ujarnya di Jakarta, Rabu (27/11/2013).
Agus menilai, penarikan likuiditas dari Bank Sentral AS (The Fed) tidak akan terjadi pada Desember, tapi kemungkinan di kuartal I 2014 mengingat ada kebijakan dari pemerintah Brazil yang menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin dan laporan data retail di AS yang lebih buruk dari yang diharapkan.
"Di dalam negeri ada pengaruh permintaan menjelang akhir bulan untuk repatriasi keuntungan, pembayaran utang dan bunga meskipun jumlah pembayaran utang di November lebih tinggi dari Oktober ini, tapi kebutuhan dolar pihak swasta sudah mereka beli," jelasnya.
Agus berpesan, supaya pasar tidak mengkhawatirkan kondisi pelemahan rupiah supaya Indonesia semakin ramping dengan menyesuaikan tingkat suku bunga belum lama ini.
"Ini tetap mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia, mohon jangan kuatir. Tapi Indonesia saat ini sudah semakin ramping dan siap secara tingkat bunga karena sudah disesuaikan. Defisit transaksi berjalan sekitar 3,8% dari PDB juga kita katakan oke," tandas dia. (Fik/Ndw)