Masyarakat Agribisnis dan Agro Indonesia bertekad mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap pangan impor dengan mencontek Brazil. Ini karena negara ini pernah mengalami nasib yang sama seperti Indonesia
Ketua Masyarakat Agribisnis dan Agro Indonesia Fadel Muhammad mengatakan, Brazil pernah mengalami nasib yang sama seperti Indonesia pada era 90-an. Pertumbuhan ekomi yang tinggi tidak diimbangi dengan pasokan kebutuhan domestik.
Kondisi ini membuat Brazil menjadi negara importir pangan yang besar, bahkan hingga 70% dari kebutuhan nasional negaranya.
"Kita ingin meniru apa yang dibuat Brazil di era 90-an. Ada gap kaya miskin besar sekali seperti kita alami saat ini. Juga kita lihat di Brazil pertumbuhan ekonomi jalan begitu besar impor di Brazil," kata Fadel dalam jambore Masyarakat Agribisnis dan Agro Indonesia di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Jumat (29/11/2013).
Namun, Brazil tidak selamanya terlena dengan kenyamanannya menjadi importir. Pemangku kepentingan sektor pertanian Negeri Samba tersebut langsung mencari solusi untuk mengatasi hal tersebut, dengan berinovasi di sektor pertaniannya.
"Tokoh leader melihat defisit pangan besar sekali, kita mengalami hari ini sama persis, maka di lain pihak potensi daerah luar biasa mirip-mirip kita. Di Brazil 70% impor dari mana-mana, timbul spirit baru dari tokoh-tokoh pertanian, meraka membangun pertanian dengan mekanisme baru, dengan cara baru," ungkapnya.
Itu sebabnya, menurut Fadel, Indonesia harus meniru Brazil. Dengan awal nasib yang sama Indonesia juga bisa mengembangkan sektor pertaniannya, sehingga tidak lagi mengimpor untuk memenuhi kebutuhannya.
"Kita impor sapi, jagung sampai 3 juta ton. Di Brazil sama, saya bersama teman-teman di MAI merasa ingin berbuat sesuatu, kita rapat dengan spirit yang ada jangan lagi kita impor. Kita impor beras sudah demikian hebat, kita impor jangung," tutur dia.
Indonesia dinilai memiliki potensi yang cukup tinggi untuk mengembangkan sektor pertaniannya. Bahkan kalau ini bisa dilaksanakan Indonesia bisa melebihi Brazil.
Namun, dia mengaku masih ada kendala dalam mewujudkan hal ini, yang berasal dari pasar dalam negeri karena para pengusaha lebih memilih impor ketimbang memproduksi. Sebab itu perlu persiapan matang agar sektor pertanian Indonesia menguasai pasar dalam negeri.
"Kita memiliki industri tanam global luar biasa, tapi banyak pengusaha tergiur mengimpor karena keutungan lebih cepat. Persoalan adalah merawat pasar dalam negeri, kita secara kolektif swasembada pangan belum dilaksanakan, kurang inovasi. Ada beberapa tempat punya inovasi, ada perguruan tinggi inovasi pangan perlu kita angkat," pungkasnya. (Pew/Nrm)
Ketua Masyarakat Agribisnis dan Agro Indonesia Fadel Muhammad mengatakan, Brazil pernah mengalami nasib yang sama seperti Indonesia pada era 90-an. Pertumbuhan ekomi yang tinggi tidak diimbangi dengan pasokan kebutuhan domestik.
Kondisi ini membuat Brazil menjadi negara importir pangan yang besar, bahkan hingga 70% dari kebutuhan nasional negaranya.
"Kita ingin meniru apa yang dibuat Brazil di era 90-an. Ada gap kaya miskin besar sekali seperti kita alami saat ini. Juga kita lihat di Brazil pertumbuhan ekonomi jalan begitu besar impor di Brazil," kata Fadel dalam jambore Masyarakat Agribisnis dan Agro Indonesia di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Jumat (29/11/2013).
Namun, Brazil tidak selamanya terlena dengan kenyamanannya menjadi importir. Pemangku kepentingan sektor pertanian Negeri Samba tersebut langsung mencari solusi untuk mengatasi hal tersebut, dengan berinovasi di sektor pertaniannya.
"Tokoh leader melihat defisit pangan besar sekali, kita mengalami hari ini sama persis, maka di lain pihak potensi daerah luar biasa mirip-mirip kita. Di Brazil 70% impor dari mana-mana, timbul spirit baru dari tokoh-tokoh pertanian, meraka membangun pertanian dengan mekanisme baru, dengan cara baru," ungkapnya.
Itu sebabnya, menurut Fadel, Indonesia harus meniru Brazil. Dengan awal nasib yang sama Indonesia juga bisa mengembangkan sektor pertaniannya, sehingga tidak lagi mengimpor untuk memenuhi kebutuhannya.
"Kita impor sapi, jagung sampai 3 juta ton. Di Brazil sama, saya bersama teman-teman di MAI merasa ingin berbuat sesuatu, kita rapat dengan spirit yang ada jangan lagi kita impor. Kita impor beras sudah demikian hebat, kita impor jangung," tutur dia.
Indonesia dinilai memiliki potensi yang cukup tinggi untuk mengembangkan sektor pertaniannya. Bahkan kalau ini bisa dilaksanakan Indonesia bisa melebihi Brazil.
Namun, dia mengaku masih ada kendala dalam mewujudkan hal ini, yang berasal dari pasar dalam negeri karena para pengusaha lebih memilih impor ketimbang memproduksi. Sebab itu perlu persiapan matang agar sektor pertanian Indonesia menguasai pasar dalam negeri.
"Kita memiliki industri tanam global luar biasa, tapi banyak pengusaha tergiur mengimpor karena keutungan lebih cepat. Persoalan adalah merawat pasar dalam negeri, kita secara kolektif swasembada pangan belum dilaksanakan, kurang inovasi. Ada beberapa tempat punya inovasi, ada perguruan tinggi inovasi pangan perlu kita angkat," pungkasnya. (Pew/Nrm)