Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dituding menjadi penyebab krisis listrik yang melanda Sumatera Utara (Sumut). Hal itu terkait dengan strategi Dahlan memindahkan terminal regasifikasi terapung (Floating Storage Regasification Unit/FSRU) dari Belawan, Sumatera Utara ke Lampung.
Keputusan itu diambil karena Dahlan menilai Aceh dan Sumatera Utara bakal kelebihan pasokan gas saat Pertamina selesai melakukan revitalisasi Arun.
Alih-alih demi kebaikan negara, kondisi yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Dalam beberapa bulan terakhir Sumut mengalami krisis listrik akibat minimnya pasokan gas.
Ketua Asosiasi Pengusaha Pengguna Minyak dan Gas (Apimigas) Sumut, Johan Brien mengatakan kondisi industri di Sumatera Utara tengah sekarat akibat minimnya pasokan energi.
“Pemindahan FSRU untuk Medan tidak fair. Selain membuat industri galau juga memunculkan banyak trader di Sumut,” ujar Johan dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/12/2013).
Menurut dia, pasokan gas dari Sumur Benggala tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi di Sumut. Sumur Benggala hanya dapat menyediakan 2 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Sementara industri di Sumut membutuhkan pasokan gas sebesar 22 mmscfd. Sedangkan PLN Belawan memerlukan pasokan gas sebesar 60 mmscfd.
Adapun harga gas dari Sumur Benggala sebesar US$ 8 per juta british thermal unit (mmbtu). “Kalau dibandingkan dengan Malaysia, harga gas Benggala jauh lebih mahal. Di Malaysia bisa lebih murah 50% (4-5%) karena disubsidi oleh pemerintah,” katanya.
Bila tidak dilakukan relokasi, lanjut dia, masalah krisis gas di Sumatera Utara sudah bisa terselesaikan, baik secara jangka pendek maupun jangka panjang. Pasalnya, kapasitas FSRU-nya mencapai 200 mmscfd.
Selain telah mengakibatkan krisis gas, alasan lain Dahlan yaitu relokasi FSRU ke Lampung membuat harga gasnya lebih murah juga patut dipertanyakan. Ketika itu, Dahlan mengatakan gas untuk Sumut akan diambil dari LNG terminal di Arun.
Seperti diketahui investasi untuk FSRU Belawan mencapai US$ 100 juta. Sedangkan investasi LNG terminal Arun sebesar US$ 570 juta.
“Dalam pemberian harga gas nanti, mana yang lebih murah. Investasi US$100 juta atau US$570 juta. Logikanya dimana jika investasi lebih mahal kelak harga gasnya bisa lebih murah. Menteri Dahlan melakukan pembohongan publik,” ketus Johan.
Selain itu, pengembangan LNG terminal Arun bukan solusi tepat untuk mengatasi krisis yang ada sekarang. Bila dibiarkan industri Sumut akan mengalami kolaps yang mengakibatkan banyak pemutusan hubungan tenaga kerja. Sejatinya, pemerintah membangun tiap FSRU di setiap provinsi, sehingga bisa turut mendorong percepatan pembangunan nasional alias MP3EI.
Johan memprediksi justru pengembangan LNG terminal Arun bisa menjadi biang keladi dari krisis gas di Sumut di masa mendatang. Jika nantinnya Aceh membutuhkan gas, mereka akan memprioritaskan pasokan yang ada untuk kebutuhannya terlebih dahulu.
Anggota DPD asal Sumatera Utara Parlindungan Purba meminta Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan BUMN, serius menanggapi masalah krisis gas di Sumatera Utara. “Pemerintah pusat harus tegas, jangan terus berjanji,” ujarnya.
Parlindungan juga meminta kepada pemerintah pusat untuk menjelaskan menggenai blue print penggembangan gas di Sumatra Utara. Menurutnya, sampai saat ini belum memiliki blue print tersebut. Saat ini pemerintah pusat hanya memiliki blue print penggembangan listrik di Sumut saja.
Menurut Parlindungan, terlepas dari perusahaan yang akan melakukan pembangunan infrastruktur gas di Sumut, yang harus dilakukan saat ini adalah mengalirkan gas sehingga dapat dinikmati kalangan industri dan masyarakat. (Ndw)
Keputusan itu diambil karena Dahlan menilai Aceh dan Sumatera Utara bakal kelebihan pasokan gas saat Pertamina selesai melakukan revitalisasi Arun.
Alih-alih demi kebaikan negara, kondisi yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Dalam beberapa bulan terakhir Sumut mengalami krisis listrik akibat minimnya pasokan gas.
Ketua Asosiasi Pengusaha Pengguna Minyak dan Gas (Apimigas) Sumut, Johan Brien mengatakan kondisi industri di Sumatera Utara tengah sekarat akibat minimnya pasokan energi.
“Pemindahan FSRU untuk Medan tidak fair. Selain membuat industri galau juga memunculkan banyak trader di Sumut,” ujar Johan dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/12/2013).
Menurut dia, pasokan gas dari Sumur Benggala tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi di Sumut. Sumur Benggala hanya dapat menyediakan 2 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Sementara industri di Sumut membutuhkan pasokan gas sebesar 22 mmscfd. Sedangkan PLN Belawan memerlukan pasokan gas sebesar 60 mmscfd.
Adapun harga gas dari Sumur Benggala sebesar US$ 8 per juta british thermal unit (mmbtu). “Kalau dibandingkan dengan Malaysia, harga gas Benggala jauh lebih mahal. Di Malaysia bisa lebih murah 50% (4-5%) karena disubsidi oleh pemerintah,” katanya.
Bila tidak dilakukan relokasi, lanjut dia, masalah krisis gas di Sumatera Utara sudah bisa terselesaikan, baik secara jangka pendek maupun jangka panjang. Pasalnya, kapasitas FSRU-nya mencapai 200 mmscfd.
Selain telah mengakibatkan krisis gas, alasan lain Dahlan yaitu relokasi FSRU ke Lampung membuat harga gasnya lebih murah juga patut dipertanyakan. Ketika itu, Dahlan mengatakan gas untuk Sumut akan diambil dari LNG terminal di Arun.
Seperti diketahui investasi untuk FSRU Belawan mencapai US$ 100 juta. Sedangkan investasi LNG terminal Arun sebesar US$ 570 juta.
“Dalam pemberian harga gas nanti, mana yang lebih murah. Investasi US$100 juta atau US$570 juta. Logikanya dimana jika investasi lebih mahal kelak harga gasnya bisa lebih murah. Menteri Dahlan melakukan pembohongan publik,” ketus Johan.
Selain itu, pengembangan LNG terminal Arun bukan solusi tepat untuk mengatasi krisis yang ada sekarang. Bila dibiarkan industri Sumut akan mengalami kolaps yang mengakibatkan banyak pemutusan hubungan tenaga kerja. Sejatinya, pemerintah membangun tiap FSRU di setiap provinsi, sehingga bisa turut mendorong percepatan pembangunan nasional alias MP3EI.
Johan memprediksi justru pengembangan LNG terminal Arun bisa menjadi biang keladi dari krisis gas di Sumut di masa mendatang. Jika nantinnya Aceh membutuhkan gas, mereka akan memprioritaskan pasokan yang ada untuk kebutuhannya terlebih dahulu.
Anggota DPD asal Sumatera Utara Parlindungan Purba meminta Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan BUMN, serius menanggapi masalah krisis gas di Sumatera Utara. “Pemerintah pusat harus tegas, jangan terus berjanji,” ujarnya.
Parlindungan juga meminta kepada pemerintah pusat untuk menjelaskan menggenai blue print penggembangan gas di Sumatra Utara. Menurutnya, sampai saat ini belum memiliki blue print tersebut. Saat ini pemerintah pusat hanya memiliki blue print penggembangan listrik di Sumut saja.
Menurut Parlindungan, terlepas dari perusahaan yang akan melakukan pembangunan infrastruktur gas di Sumut, yang harus dilakukan saat ini adalah mengalirkan gas sehingga dapat dinikmati kalangan industri dan masyarakat. (Ndw)