Kembali melemahnya rupiah terhadap terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bakal memberikan dampak terhadap komoditas impor. Ketidakstabilan inilah yang kini menyelimuti pengusaha makanan dan minuman mengingat ketergantungannya pada bahan baku impor.
"Meski bahan bakunya dipasok oleh industri dalam negeri, tapi sebagian besar masih impor, misalnya gula impor seperti gula rafinasi kan dari raw sugar masih impor. Kemudian kedelai impor, jagung impor, terigu impor, hampir semua masih impor," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman di Jakarta, Senin (2/12/2013).
Meski saat ini belum berdampak besar, pelemahan rupiah yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama dikhawatirkan memukul industri makanan dan minuman nasional.
"Sekarang akan berdampak langsung pada produksi karena sebagian besar bahan baku impor. Sehingga pengaruhnya sangat signifikan. Rupiah sendiri sudah terdepresiasi tentu akan berpengaruh secara langsung," lanjutnya.
Hingga kini kalangan pelaku usaha mengaku masih kesulitan menghitung dampak dari pelemahan rupiah yang telah berlangsung sejak dua bulan lalu. "Kami kesulitan menghitung patokan kursnya karena tadinya sudah stabil Rp 11.500 sekarang belum ada patokan kursnya," katanya.
Ditambahkannya, pelemahan rupiah yang berlangsung hingga tahun depan hanya akan membuat industri makanan dan minuman terpaksa menaikan harga jual produknya.
Tak hanya kurs rupiah, pelaku usaha juga mengaku harus menghitung dampak dari kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pada biaya produksi perusahaan. "Gas juga sedang dalam pembahasan, nanti meski harga gas tidak naik tapi tetap saja bayarnya pakai dolar jadi sama saja," jelasnya.
Melihat kondisi tersebut, GAPMMI berharap pemerintah mampu segera menstabilkan nilai tukar rupiah agar pelaku usaha dapat menjalankan bisnis dengan baik.(Dny/Shd)
"Meski bahan bakunya dipasok oleh industri dalam negeri, tapi sebagian besar masih impor, misalnya gula impor seperti gula rafinasi kan dari raw sugar masih impor. Kemudian kedelai impor, jagung impor, terigu impor, hampir semua masih impor," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman di Jakarta, Senin (2/12/2013).
Meski saat ini belum berdampak besar, pelemahan rupiah yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama dikhawatirkan memukul industri makanan dan minuman nasional.
"Sekarang akan berdampak langsung pada produksi karena sebagian besar bahan baku impor. Sehingga pengaruhnya sangat signifikan. Rupiah sendiri sudah terdepresiasi tentu akan berpengaruh secara langsung," lanjutnya.
Hingga kini kalangan pelaku usaha mengaku masih kesulitan menghitung dampak dari pelemahan rupiah yang telah berlangsung sejak dua bulan lalu. "Kami kesulitan menghitung patokan kursnya karena tadinya sudah stabil Rp 11.500 sekarang belum ada patokan kursnya," katanya.
Ditambahkannya, pelemahan rupiah yang berlangsung hingga tahun depan hanya akan membuat industri makanan dan minuman terpaksa menaikan harga jual produknya.
Tak hanya kurs rupiah, pelaku usaha juga mengaku harus menghitung dampak dari kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pada biaya produksi perusahaan. "Gas juga sedang dalam pembahasan, nanti meski harga gas tidak naik tapi tetap saja bayarnya pakai dolar jadi sama saja," jelasnya.
Melihat kondisi tersebut, GAPMMI berharap pemerintah mampu segera menstabilkan nilai tukar rupiah agar pelaku usaha dapat menjalankan bisnis dengan baik.(Dny/Shd)