Membaiknya neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2013 membawa angin segar buat pemerintah khususnya Menteri Keuangan, Chatib Basri. Setidaknya surplus perdagangan sebesar US$ 50 juta bisa menggiring nilai tukar rupiah menjauh dari level 12 ribu per dolar Amerika Serikat (AS).
Chatib Basri mengatakan, data inflasi November 2013 yang menyentuh level 0,12% atau 7,79% periode Januari-November lebih rendah dari tahun-tahun lalu. Ditambah prediksi inflasi Desember di kisaran 0,4%-0,5%, pemerintah optimistis laju inflasi dapat bergerak di bawah 9%.
"Mungkin inflasi sampai akhir tahun ini bisa di bawah 8,5% atau di range 8,2%. Tapi saya tidak mau gegabah. Dan angka inflasi ini akan memberi sinyal bagus bahwa dengan inflasi lebih rendah, maka ekspektasi depresiasi tidak akan meningkat," terang dia di Jakarta, Senin (2/12/12013).
Kurs rupiah pada perdagangan hari ini berhasil menguat. Data Bloomberg hingga pukul 12.02 WIB, rupiah berada di posisi Rp 11.893 per dolar AS atau naik 72 poin dibandingkan penutupan pada akhir pekan lalu di level 11.965.
Bank Indonesia sendiri hari ini mematok kurs tengah rupiah pada Rp 11.946 per dolar AS atau menguat 31 poin dibanding penutupan akhir pekan lalu yang berada di posisi 11.977 per dolar AS.
Chatib menduag, menguatnya kembali rupiah dipicu surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2013. Rupiah sebelumnya sempat melompat ke level 12 ribu per dolar AS karena dipicu tingginya kebutuhan valuta asing.
"Jadi selama neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan bisa di adress akan berpengaruh rupiah," terang dia.
Melihat kondisi yang mulai membaik, pemerintah mengaku bakal mengumumkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Pajak Penghasilan (PPh) Impor dan PMK Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Payung hukum ini diharapkan bisa mendorong surplus perdagangan terus terjaga meski nilainya masih kecil.
"Saya perkirakan defisit (neraca perdagangan) maksimal di angka US$ 200 juta untuk hasil yang lebih baik. Yang pasti, kalau ekonomi membaik akan berpengaruh ke nilai tukar rupiah," tutur dia.
Selain faktor domestik, pemerintah berharap membaiknya ekonomi AS mampu membuat harga komoditas ekspor Indonesia terangkat. Ini harus dibarengi dengan kombinasi kebijakan antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan impor. (Fik/Shd)
Chatib Basri mengatakan, data inflasi November 2013 yang menyentuh level 0,12% atau 7,79% periode Januari-November lebih rendah dari tahun-tahun lalu. Ditambah prediksi inflasi Desember di kisaran 0,4%-0,5%, pemerintah optimistis laju inflasi dapat bergerak di bawah 9%.
"Mungkin inflasi sampai akhir tahun ini bisa di bawah 8,5% atau di range 8,2%. Tapi saya tidak mau gegabah. Dan angka inflasi ini akan memberi sinyal bagus bahwa dengan inflasi lebih rendah, maka ekspektasi depresiasi tidak akan meningkat," terang dia di Jakarta, Senin (2/12/12013).
Kurs rupiah pada perdagangan hari ini berhasil menguat. Data Bloomberg hingga pukul 12.02 WIB, rupiah berada di posisi Rp 11.893 per dolar AS atau naik 72 poin dibandingkan penutupan pada akhir pekan lalu di level 11.965.
Bank Indonesia sendiri hari ini mematok kurs tengah rupiah pada Rp 11.946 per dolar AS atau menguat 31 poin dibanding penutupan akhir pekan lalu yang berada di posisi 11.977 per dolar AS.
Chatib menduag, menguatnya kembali rupiah dipicu surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2013. Rupiah sebelumnya sempat melompat ke level 12 ribu per dolar AS karena dipicu tingginya kebutuhan valuta asing.
"Jadi selama neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan bisa di adress akan berpengaruh rupiah," terang dia.
Melihat kondisi yang mulai membaik, pemerintah mengaku bakal mengumumkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Pajak Penghasilan (PPh) Impor dan PMK Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Payung hukum ini diharapkan bisa mendorong surplus perdagangan terus terjaga meski nilainya masih kecil.
"Saya perkirakan defisit (neraca perdagangan) maksimal di angka US$ 200 juta untuk hasil yang lebih baik. Yang pasti, kalau ekonomi membaik akan berpengaruh ke nilai tukar rupiah," tutur dia.
Selain faktor domestik, pemerintah berharap membaiknya ekonomi AS mampu membuat harga komoditas ekspor Indonesia terangkat. Ini harus dibarengi dengan kombinasi kebijakan antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan impor. (Fik/Shd)