Sukses

Industri Seng RI Kalah Saing dari Malaysia & Filipina

Jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, industri seng dalam negeri mengaku siap menghadapi perdagangan besas tersebut.

Jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, industri seng dalam negeri mengaku siap menghadapi perdagangan besas tersebut. Namun pemerintah juga diminta untuk aktif memberikan kemudahan bagi industri ini.

"Kami siap, kami tidak takut menghadapi perdagangan bebas selama pemerintah memberikan kemudahan terutama soal bahan baku," ujar Ketua II Gabungan Pabrik Seng Indonesia (Gapsi) Agus Salim saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta seperti ditulis Selasa (3/12/2013).

Dia mengatakan, selama ini pemerintah belum memberikan dukungan sepenuhnya terhadap pengadaan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri seng nasional. Hal ini dibuktikan dengan masih dikenakanya bea masuk yang sebesar 10% serta ditambah dengan bea masuk antidumping mulai 5% hingga 60%.

"Ini yang menjadi penyebab bahan baku kami mahal sehingga pengaruh ke biaya produksi yang ikut mahal dan kami sulit untuk bersaing dengan produk impor yang lebih murah," katanya.

Saat ini, kebutuhan seng nasional khususnya untuk ukuran 0,20 milimeter (mm) yang biasanya digunakan sebagai atap rumah mencapai 60 ribu ton per bulan. Namun produksi seng lokal justru terus mengalami penurunan sehingga hanya mampu memproduksi sekitar 30 ribu ton per bulan.

Dengan jumlah produksi tersebut, Indonesia terhitung kalah jauh jika dibandingkan dengan Malaysia dan Filipina. "Padahal dulu mereka belajar dari kita. Dari produksi kita itu, 90% diperuntukan untuk kebutuhan lokal dan 10% ekspor ke luar negeri seperti Timor Leste, Papua Nugini dan Malaysia. Sedang kompetitor kita yang terbesar itu China dan Vietnam," tuturnya.

Untuk itu, para pelaku industri ini meminta agar pemerintah membina industri seng dalam negeri dengan cara tidak banyak diberikan beban tambahan pada impor bahan baku. Selain itu memberikan perlindungan dengan memperketat izin impor produk jadi seng kepada importir yang.

"Importir itu tidak membangun perekonomian, pelaku industri lah yang membangun perekonomian. Kalau pedagang, jika hari ini untung dia melakukan impor, kalau rugi dia stop, sedang kami yang industri mau untung atau rugi pun kami tetap harus produksi karena kami punya karyawan, kami mengkonsumsi listrik dan gas, ada beban bunga bank. Ini beban kami yang harus dijaga," tandasnya. (Dny/Ndw)
Video Terkini