Komite Ekonomi Nasional (KEN) menilai Indonesia selama ini terlalu membanggakan diri dengan daya tahan ekonomi yang diklaim cukup kuat. Buktinya, pertumbuhan ekonomi diatas 6% diperkirakan takkan kembali berlanjut akibat gejolak perekonomian dunia yang memberi tekanan signifikan.
Ketua KEN Chairul Tanjung menjelaskan perekonomian kawasan Eropa yang sebelumnya sempat terperosok dalam situasi resesi diperkirakan bakal lebih tenang pada 2014. Bahkan tahun depan, kawasan Eropa akan tumbuh lagi. Kejutan justru terjadi di Amerika Serikat (AS), negara yang sebelumnya dianggap lebih stabil dibandingkan negara-negara maju lainnya di dunia.
Dalam setahun terakhir, pasar keuangan dunia dibuat gejolak akibat pengaruh isu tapering off, batas utang AS, dan shutdown pemerintah federal AS. Kondisi tersebut membuat modal asing segera keluar dari negara berkembang yang berdampak pada pelemahan hampir seluruh mata uang negara berkembang. Investor seolah masih menganggap aset dalam bentuk dolar AS sebagai safe heaven ketika ketidakpastian global meningkat.
"Dari semua faktor yang ada maka ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 5,7% hingga akhir tahun ini, jauh di bawah perkiraan semula sebesar 6,3%," ujar Chairul ketika ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (3/12/2013).
Chairul menilai kebijakan BI menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) memang bertujuan mengedalikan inflasi dan defisitf neraca transaksi berjalan. Sayangnya, kebijakan tersebut bagaikan pisau bermata dua. Investor menyadari bahwa tingginya bunga acuan dapat mengendalikan inflasi dan nilai tukar naun juga berimbas pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Kondisi ini memicu sentimen negatif terhadap perekonomian Indonesia yang ditandai dengan penarikan modal asing ke luar negeri. Akibatnya nilai tukar rupiah terus terpersok bahkan melewati Rp 11.500 per dolar AS.
"Ketidakpastian global dan domestik ternyata lebih tinggi dari perkiraan semula, ternyata sulit mengantisipasi dengan akurat apa yang akan terjadi, walaupun hanya satu tahun kedepan," tegasnya.
KEN menilai ketidakpastian ekonomi global maupun domestik masih akan tinggi pada 2014 meski banyak pihak berharap perekonomian dunia akan sedikit lebih baik. Ekonomi dunia masih harus menghadapi risiko yang sama besarnya dari kejutan yang dibuat AS terkait kebijakan tapering maupun isu batas utang dan anggaran yang belum tuntas.
Sementara pertumbuhan Eropa diperkirakan masih belum tumbuh terlalu kuat. Sementara China dan India pun masih akan tumbuh dengan laju yang relatif lambat.
Dengan berbagai risiko yang muncul, KEN memperkirakan faktor global dan domestik masih akan terus menekan laju ekonomi Indonesia. (Dis/Shd)
Ketua KEN Chairul Tanjung menjelaskan perekonomian kawasan Eropa yang sebelumnya sempat terperosok dalam situasi resesi diperkirakan bakal lebih tenang pada 2014. Bahkan tahun depan, kawasan Eropa akan tumbuh lagi. Kejutan justru terjadi di Amerika Serikat (AS), negara yang sebelumnya dianggap lebih stabil dibandingkan negara-negara maju lainnya di dunia.
Dalam setahun terakhir, pasar keuangan dunia dibuat gejolak akibat pengaruh isu tapering off, batas utang AS, dan shutdown pemerintah federal AS. Kondisi tersebut membuat modal asing segera keluar dari negara berkembang yang berdampak pada pelemahan hampir seluruh mata uang negara berkembang. Investor seolah masih menganggap aset dalam bentuk dolar AS sebagai safe heaven ketika ketidakpastian global meningkat.
"Dari semua faktor yang ada maka ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 5,7% hingga akhir tahun ini, jauh di bawah perkiraan semula sebesar 6,3%," ujar Chairul ketika ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (3/12/2013).
Chairul menilai kebijakan BI menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) memang bertujuan mengedalikan inflasi dan defisitf neraca transaksi berjalan. Sayangnya, kebijakan tersebut bagaikan pisau bermata dua. Investor menyadari bahwa tingginya bunga acuan dapat mengendalikan inflasi dan nilai tukar naun juga berimbas pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Kondisi ini memicu sentimen negatif terhadap perekonomian Indonesia yang ditandai dengan penarikan modal asing ke luar negeri. Akibatnya nilai tukar rupiah terus terpersok bahkan melewati Rp 11.500 per dolar AS.
"Ketidakpastian global dan domestik ternyata lebih tinggi dari perkiraan semula, ternyata sulit mengantisipasi dengan akurat apa yang akan terjadi, walaupun hanya satu tahun kedepan," tegasnya.
KEN menilai ketidakpastian ekonomi global maupun domestik masih akan tinggi pada 2014 meski banyak pihak berharap perekonomian dunia akan sedikit lebih baik. Ekonomi dunia masih harus menghadapi risiko yang sama besarnya dari kejutan yang dibuat AS terkait kebijakan tapering maupun isu batas utang dan anggaran yang belum tuntas.
Sementara pertumbuhan Eropa diperkirakan masih belum tumbuh terlalu kuat. Sementara China dan India pun masih akan tumbuh dengan laju yang relatif lambat.
Dengan berbagai risiko yang muncul, KEN memperkirakan faktor global dan domestik masih akan terus menekan laju ekonomi Indonesia. (Dis/Shd)