PT Pertamina (Persero) mengakui pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat kerugian penjualan elpiji 12 kilogram (kg) semakin meningkat. Pasalnya, tidak semua elpiji yang dijual perseroan berasal dari dalam negeri.
"Kalau dolar AS naik, pasti ruginya naik lagi dong, kan belinya pakai dolar AS," tutur Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir di Kantor Pusat Pertamina,
Kerugian itu terjadi karena harga jual elpiji 12 kg jauh lebih rendah dari keekonomiannya yang menembus Rp 10 ribu per kilogram. Sementara, Pertamina saat ini menjual elpiji 12 kg seharga Rp 5.850 per kg.
"Di atas Rp 10 ribu per kg, kisaran Rp 10 ribuan," kata Ali.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya sebelumnya memperkirakan kerugian yang harus ditanggung perseroan dari penjualan elpiji non subsidi pada tahun ini mencapai Rp 6 triliun, naik dari tahun lalu Rp 5 triliun.
Hanung mengakui semakin besar kerugian perseroan dari penjualan elpiji berukuran 12 kg tersebut disebabkan terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Berdasarkan data valuta asing Bloomberg, rupiah sempat menembus level 12 ribu per dolar AS. Sementara, Hanung menyebutkan nilai tukar rupiah pada tahun lalu berkisar Rp 9.000 per dolar AS.
"Harga CP Aramconya sebenarnya sama, tapi karena beli pakai dolar kemudian dijual dalam rupiah jadi makin rugi," terang dia. (Pew/Ndw)
"Kalau dolar AS naik, pasti ruginya naik lagi dong, kan belinya pakai dolar AS," tutur Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir di Kantor Pusat Pertamina,
Kerugian itu terjadi karena harga jual elpiji 12 kg jauh lebih rendah dari keekonomiannya yang menembus Rp 10 ribu per kilogram. Sementara, Pertamina saat ini menjual elpiji 12 kg seharga Rp 5.850 per kg.
"Di atas Rp 10 ribu per kg, kisaran Rp 10 ribuan," kata Ali.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya sebelumnya memperkirakan kerugian yang harus ditanggung perseroan dari penjualan elpiji non subsidi pada tahun ini mencapai Rp 6 triliun, naik dari tahun lalu Rp 5 triliun.
Hanung mengakui semakin besar kerugian perseroan dari penjualan elpiji berukuran 12 kg tersebut disebabkan terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Berdasarkan data valuta asing Bloomberg, rupiah sempat menembus level 12 ribu per dolar AS. Sementara, Hanung menyebutkan nilai tukar rupiah pada tahun lalu berkisar Rp 9.000 per dolar AS.
"Harga CP Aramconya sebenarnya sama, tapi karena beli pakai dolar kemudian dijual dalam rupiah jadi makin rugi," terang dia. (Pew/Ndw)